JAKARTA - Agustinus Christovel Kainama, memeluk Islam sejak tahun
lalu, tepatnya pada tanggal 26 Agustus, bulan suci Ramadhan. Ia
mengucapkan syahadat di Masjid Agung Sunda Kelapa.
Ia adalah
pria keturunan Ambon yang seluruh keluarganya memeluk agama Kristen.
"Tidak ada Kainama yang menjadi Islam," ujarnya. Itulah yang menyebabkan
ia tidak diakui lagi oleh keluarga besarnya baik di Ambon maupun yang
tinggal di Tanjung Priok, Jakarta hingga kini, karena keputusannya
memeluk Islam
Pria yang sekarang bernama Ahmad Kainama
mengaku keputusannya menjadi muslim, awalnya bukan karena ia mempelajari
Al-Qur'an, melainkan karena ia memperdalam Injil sebagai kecintaannya
kepada Yesus. Pada mulanya ia adalah seorang pendeta yang bertugas sejak
2005.
Ia bahkan pernah ke Yerusalem hingga ke Leiden untuk
kuliah jurusan Liturgi Teologi, yang itu semua ia lakukan dengan biaya gratis
yang ditanggung oleh Gereja Zebaot di Bogor, gereja di mana ia bertugas
menjadi pendeta. Sekolah teologinya dibiayai oleh gereja itu mulai dari
S1 di STT (Sekolah Tinggi Teologi) Jakarta, sampai menjadi orang sukses.
Apa
yang membuat ia berubah? Rupanya setelah ia mempelajari Injil, ia
memahami Nabi Isa ternyata juga menjalankan puasa, shalat, disunat,
wudhu, tahajud dan bersedekah. "Semua itu dilakukan pula oleh umat
Islam," ujarnya. Saat sudah begitu dalam mengkaji Injil, ia malah
memutuskan menjadi muslim karena apa yang dilakukan oleh Yesus.
Baginya
itu adalah keputusan yang tepat. Apalagi sejak tahun 2000 pondasi
keimanannya sebenarnya mulai runtuh lantaran ia memahami surat Yohanes
21 ayat 15 yang menjelaskan "sesudah sarapan, Yesus berkata kepada
Petrus. Petrus apakah engkau mengasihi aku". Bagi beliau, Yesus seorang
Tuhan seharusnya tidak makan, karena ia bukan manusia. Tapi dalam ayat
tadi disebutkan Yesus makan. Akhirnya Kainama mengambil kesimpulan bahwa
Yesus bukan Tuhan.
Tahun 2000 sampai 2010 ialah masa tersulit bagi Kainama. Ia mengalami
tekanan batin karena harus menceritakan kebohongan kepada orang-orang
ketika masih menjadi seorang pendeta.
Namun sejak keimanan goyah
pada tahun 2000, ia belum berani untuk memeluk agama Islam. Ia merasa
nyalinya masih ciut, ia tidak tahu harus berbuat apa karena selama ini
kehidupannya dibiayai oleh Gereja Zebaot.
Tapi penolakan
batinnya begitu kuat. Hingga, "Pernah pada suatu kali, ketika saya ada
perjalanan pekabaran Injil di Orchad, Singapura. Saat saya mau khotbah,
tiba-tiba saya ketakutan, berkeringat dan gemetar dan kemudian saya
memegang pinggir mimbar, sampai-sampai orang-orang yang menyaksikan
mengatakan saya disentuh Roh Kudus," tuturnya. Padahal, sama sekali
bukan. Ia ketakutan lantaran tak sanggup lagi melakukan kebohongan,
sesuatu yang bertentangan dengan batinnya.
Atas petunjuk Allah,
akhirnya keputusannya untuk memeluk Islam kian bulat. Ia mendatangi
Masjid Agung Sunda Kelapa untuk membaca syahadat dan menjadi mualaf.
Setelah
menjadi muslim, kehidupannya berubah. Ia merasa keyakinannya diuji
karena tidak ada satu orang pun keluarganya yang menerima ia menjadi
seorang muslim. Ia hidup sendiri, tanpa pekerjaan, tanpa uang, dan tanpa
fasilitas selama ini yang ia miliki seperti mobil, dan baju-baju.
Sampai
ia harus tinggal menumpang di Sekolah Legenda Wisata (Global Mandiri),
Cibubur, dan ia tidur di studio musik. Namun ia tetap pada
pendiriannya. Kemampuannya bermusik pun akhirnya malah membuat ia
diterima menjadi pengajar di studio musik sekolah tersebut.
Meski
keluarga semuanya memusuhi, fasilitas yang ia miliki hilang, tapi ia
merasa bersyukur karena Allah telah memberikan hidayah dan kedamaian
batin kepadanya. Ia bersyukur telah terlahir kembali menjadi seorang
muslim dan meyakini telah berada di jalan yang benar.
[re-publika].