Belum reda rasa sakit akibat penyerangan dan pembakaran masjid di Papua pada hari yang semestinya penuh kegembiraan (Hari Raya Idul Fitri, Jumat/17/7/15), kali ini oknum lima pendeta mengatasnamakan Pimpinan Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya (PGGJ) menunjukkan sikap intoleran dengan modus operandi mirip dengan oknum pendeta GIDI.
Kelima pendeta ini adalah: 1). Pdt. Abraham Ungirwalu, STh; 2). Pdt. Timotius Alex; 3). Pdt. Alberth Yappo; 4). Pdt. Matius Gombo, dan 5). Pdt. Zakarias Kogoya.
Mereka membuat pernyataan sikap melalui surat resmi bertanggal 25 Februari 2016, yang berisi 9 pernyataan sikap intoleran mereka, sebagai berikut:
- Seluruh denominasi gereja di kabupaten Jayawijaya meminta Pemda Jayawijaya mencabut/ membatalkan ijin mendirikan masjid Agung Baiturahman Wamena.
- Panitia pembangunan masjid Agung harus menghentikan pekerjaan pembangunan.
- Menutup mushola/ masjid yang tidak memiliki ijin bangunan.
- Dilarang pembangunan mushola atau masjid baru di Kabupaten Jayawijaya.
- Dilarang menggunakan toa/ pengeras suara saat sholat, karena sangat mengganggu ketenangan dan kenyamanan masyarakat.
- Dilarang menggunakan busana ibadah, jubah dan jilbab di tempat umum.
- Hentikan upaya menyekolahkan anak-anak Kristen Papua di Pesantren.
- Hentikan mendatangkan guru guru kontrak non Kristen.
- Demi keharmonisan kenyamanan, dan keamanan agar dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pemerintah Serius Tangani Kasus Pelarangan Pembangunan Masjid di Jayawijaya Papua
SURABAYA - Sepekan ini, netizen dihebohkan dengan beredarnya foto dan surat pelarangan pembangunan Masjid Baiturrahman Wamena oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan pimpinan persekutuan gereja-gereja Jayawijaya setempat.
Tentu saja hal sensitif seperti ini memunculkan spekulasi hingga tuduhan hoax (kabar burung) dengan tujuan mengadu domba antar elemen umat beragama.
Ternyata hasil penelusuran tim cakrawarta.com kabar tersebut bukanlah kabar burung melainkan fakta. Berdasarkan data yang redaksi kumpulkan dari pihak Kementerian Agama RI di Jakarta hingga daerah di Papua ada beberapa fakta yang bisa disajikan.
Hasil komunikasi dengan Kanwil Kementerian Agama dan Kepala Sub Kerukunan Umat Beragama, pernyataan itu benar. Positifnya adalah, saat ini telah dilakukan langkah-langkah penyelesaian melalui pertemuan. Menurut rencana, Senin (29/2/2016), pihak Kanwil Kementerian Agama setempat akan menerima pihak pembuat surat pernyataan PGGJ (Persekutuan Gereja-Gereja Jayawijaya).
Berikut kronologis munculnya pernyataan sikap PGGJ Jayawijaya untuk diketahui publik luas sehingga bisa menjadi bahan pegangan informasi:
Pada Minggu (21/2/2016) seluruh Gereja di wilayah Wamena (kecuali Katolik) mengumumkan bahwa pada tanggal 25 Februari 2016 akan dilaksanakan aksi demonstrasi besar-besaran di Kantor DPRD dan Kantor Bupati, dalam rangka menolak pembangunan atau rehabilitasi Masjid Baiturrahman Yapis Wamena.
Pada 22 Februari 2016 pkl 09.00 WIT di Kantor Bupati, dilaksanakan Rapat Forkopimda dipimpin Wakil Bupati Jayawijaya untuk merumuskan langkah-langkah guna mencegah aksi demonstrasi.
Pada 22 Februari 2016 pkl 15.00 WIT, pihak Dandim dan Kapolres memanggil perwakilan Pimpinan Gereja ke Mapolres, agar pihak Gereja membatalkan rencana demonstrasi karena akan berdampak negatif terhadap situasi nasional.
Pada 23 Februari 2016 di Gedung Ukuimierekasso, dilaksanakan pertemuan Persatuan Gereja-Gereja Jayawijaya (PGGJ) dan disepakati rencana demonstrasi dibatalkan dan dialihkan dengan penyampaian aspirasi dan pernyataan sikap kepada Forkopimda pada 25 Februari 2016.
Pada 25 Februari 2016 pkl 12.00 WIT di Gedung Ukuimierekasso, dilaksanakan penyampaian aspirasi dan pernyataan sikap oleh PGGJ meliputi 9 poin tuntutan. Bupati Jayawijaya menjawab bahwa aspirasi tersebut diterima dan akan dijawab 1 minggu kemudian setelah dilaksanakan rapat khusus oleh Forkopimda.
Pada 25 Februari 2016 pkl 14.00 WIT di ruang rapat Bupati dilaksanakan rapat Forkopimda dan diambil keputusan bahwa tuntutan poin 1 dan 2 untuk mencabut IMB Masjid serta permintaan Panitia untuk menghentikan aktfitas pembangunan dianggap tidak mendasar, sehingga pembangunan tetap dilanjutkan. Keputusan akan diumumkan secara resmi 1 minggu kemudian. Sedangkan poin 3 sampai dengan 9 tidak dibahas karena sudah diatur dalam UU dan Peraturan Negara.
Akhirnya, Kabinda Papua melaksanakan Rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kanwil Kementerian Agama Papua, yang intinya menolak adanya pernyataan sikap PGGJ karena mengandung unsur provokatif dan berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat dan meminta Bupati Jayawijaya segera menemukan solusi damai atas permasalahan dimaksud.
Pihak Binda Papua bersama jajaran Kominda terus melaksanakan deteksi dini dan antisipasi adanya upaya provokatif oleh kepentingan yang memanfaatkan sikap PGGJ Jayawijaya, untuk memicu konflik sosial (SARA) di masyarakat dan instabilitas wilayah Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya.
Binda Papua juga mendorong Pemda Jayawijaya agar memfasilitasi pertemuan dengan para tokoh di Jayawijaya agar solusi damai atas masalah ini segera ditemukan. (ibd/bti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar