"Saya bukan omong kosong, tapi ada bukti nyata. Etnis Rakhine kini merajalela menyerang dan membunuh lebih dari 1.000 (seribu) orang Islam Rohingya di Arakan, tetapi sayangnya hal ini tidak diketahui masyarakat luar karena otoritas yang berwenang/ rezim Myanmar menyembunyikan informasi yang sebenarnya.
"Bahkan, anggota tim keamanan turut membantu kelompok Rakhine menindas penduduk Rohingya. Hal ini bukan lagi rahasia karena semua orang Islam di Myanmar tahu, namun kami dihalangi untuk memberi bantuan," kata aktivis Islam yang hanya mau disebut sebagai Ahmad (32th).
"Bahkan, anggota tim keamanan turut membantu kelompok Rakhine menindas penduduk Rohingya. Hal ini bukan lagi rahasia karena semua orang Islam di Myanmar tahu, namun kami dihalangi untuk memberi bantuan," kata aktivis Islam yang hanya mau disebut sebagai Ahmad (32th).
Ahmad yang orang tua dan adik-adiknya masih di Arakan berkata, dia selalu memantau perkembangan di negeri kelahirannya itu selain berhubungan dengan beberapa individu di sana untuk mendapat informasi terakhir.
Ia mengklaim bahwa saat ini ada sekitar 115,000 orang Muslim Rohingya tinggal di lima tenda pemukiman sementara di beberapa daerah yaitu di Thet Khapyin yang menempatkan 40.000 orang, Da Bai Thaecheung (25.000), Bumay (10.000), Budu Pa (20.000) dan Sampya Barat (20.000) [metro].
Sementara itu, dalam video
lainnya, seorang perempuan Rohingya yang sempat melarikan diri ke Bangladesh dan
disembunyikan penduduk yang bersimpati kepadanya mengatakan bahwa mereka mengalami penderitaan yang sangat luar biasa.
"Saudara perempuanku, saudara laki-lakiku, dan saudara lainnya telah dibakar hidup-hidup," ujar wanita bernama Shahara.
"Kami tak bisa menanggung beban ini lagi, sehingga kami datang ke Bangladesh," ujarnya.
Shahara juga mengatakan bahwa ia bersama rombongan harus terapung di atas laut selama empat hari hingga berhasil menyelinap masuk ke Bangladesh.
"Anak kami meninggal di Burma (Myanmar). Dua lainnya meninggal di atas kapal dalam perjalan kemari, ujarnya sambil menghapus airmatanya.
Pengungsi lain menjelaskan, bagaimana militer Myanmar bertindak tidak adil. Polisi dan militer bahkan ikut berpartisipasi menyerang pengungsi Muslim. Ia menyaksikan sendiri, bagaimana sebuah helikopter menyerang perahu yang penuh dengan pengungsi.
"Ada tiga kapal bersama ketika kami pergi, dan tiga lainnya mengikuti kami. Tiga kapal di belakang kami diserang helikopter dan terbakar," ujarnya.
"Saudara perempuanku, saudara laki-lakiku, dan saudara lainnya telah dibakar hidup-hidup," ujar wanita bernama Shahara.
"Kami tak bisa menanggung beban ini lagi, sehingga kami datang ke Bangladesh," ujarnya.
Shahara juga mengatakan bahwa ia bersama rombongan harus terapung di atas laut selama empat hari hingga berhasil menyelinap masuk ke Bangladesh.
"Anak kami meninggal di Burma (Myanmar). Dua lainnya meninggal di atas kapal dalam perjalan kemari, ujarnya sambil menghapus airmatanya.
Pengungsi lain menjelaskan, bagaimana militer Myanmar bertindak tidak adil. Polisi dan militer bahkan ikut berpartisipasi menyerang pengungsi Muslim. Ia menyaksikan sendiri, bagaimana sebuah helikopter menyerang perahu yang penuh dengan pengungsi.
"Ada tiga kapal bersama ketika kami pergi, dan tiga lainnya mengikuti kami. Tiga kapal di belakang kami diserang helikopter dan terbakar," ujarnya.
Heli itu berputar-putar di atas perahu. Kemudian, terlihat ada sesuatu dilempar ke kapal. Tak lama, benda itu meledak dan membakar kapal, ujar Muhammad. Dia memperkirakan, ada sekitar 50 orang tewas di perahu tersebut.
Seorang bernama Abdur
mengatakan, bagaimana etnis Rohingya dipandang para tetangga Myanmar dengan
penuh kebencian dan haus darah.
"Mereka menggorok anak-anak kami. Mereka taruh pedang tajam di tanah. Mereka letakkan balita di atas pedang dan membiarkan balita tersebut sampai meninggal bersimbah darah."
"Mereka menggorok anak-anak kami. Mereka taruh pedang tajam di tanah. Mereka letakkan balita di atas pedang dan membiarkan balita tersebut sampai meninggal bersimbah darah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar