Bolehkah kita mengucapkan Selamat Hari Natal?
Sebelum kita sampai pada boleh-tidaknya, adalah sangat logis dan baik sekali, bila kita
mengetahui sejarah perayaan Natal ini.
Sejarah
Natal
Di
dunia Barat, hari kelahiran Yesus Kristus telah dirayakan pada tanggal 25
Desember sejak tahun 354, menggantikan penetapan tanggal sebelumnya, yang jatuh
pada tanggal 6 Januari. Sejak saat itu, orang-orang Kristen menggunakan
festival-festival dan tradisi-tradisi pagan masa itu, yang dilakukan di
beberapa wilayah di Timur Tengah atau Eropa, sebagai sarana untuk menyingkirkan
kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Di
Babilonia dan Mesir Kuno ada festival tengah musim dingin, dan di Jerman ada
festival panen yang dilaksanakan pada masa itu juga. Kelahiran Attis, dewa
matahari kuno di Frigia dirayakan pada tanggal 25 Desember, seperti halnya
kelahiran Mithras, dewa matahari bangsa Persia. Bangsa Romawi merayakan
Saturnalia, sebuah festival yang dipersembahkan untuk Saturnus, dewa kedamaian
dan kemakmuran, yang berlangsung dari tanggal 17 hingga 24 Desember.
Tempat-tempat umum dihiasi dengan berbagai jenis bunga, lilin, dan mereka
saling bertukar berbagai hadiah. Para penduduk, baik para budak maupun para majikan,
merayakan peristiwa ini dengan sangat antusias.
Di
Skandinavia, masa perayaan yang dikenal dengan nama Yule memberikan nuansa lain
dalam perayaan, yang berlawanan dengan spiritualitas/ kerohanian. Ketika musim
dingin mengakhiri musim pertumbuhan, kesempatan untuk menikmati berkat musim
panas mendorong banyaknya pesta pora dan hura-hura.
Budaya
Keltik di kepulauan Inggris menghormati semua tanaman, khususnya daun
"mistletoe" dan "holly". Keduanya merupakan lambang
kesuburan, dan digunakan untuk menghias rumah dan altar mereka.
Kebiasaan-kebiasaan
baru saat Natal muncul pada abad pertengahan. Kontribusi yang paling menonjol
adalah lagu-lagu Natal, yang menjelang abad XIV dihubungkan dengan ibadah
kelahiran Kristus.
Di Italia, sebuah tradisi
dikembangkan untuk menetapkan kembali kelahiran Kristus dan penafsiran
peristiwa Natal Pertama. Konon, tradisi ini diperkenalkan oleh Santo Fransiskus
sebagai bagian dari usaha-usahanya untuk menghadirkan pemahaman rohani kepada
kaum awam.
Hari
peringatan orang-orang kudus juga berperan dalam membangun perayaan Natal. Tokoh
utama dalam Natal masa kini adalah Santo Nikolas yang selama berabad-abad telah
diperingati pada tanggal 6 Desember. Dia adalah salah satu pelopor sosok Santa
Claus/ Sinterklas.
Ritual
yang terkenal lainnya adalah pembakaran kayu Yule, yang melekat kuat dalam
penyembahan kaum pagan kepada tanaman dan api, serta dikaitkan juga dengan
sihir dan kekuatan gaib.
Merayakan
Natal telah menjadi kontroversi sejak awalnya. Karena banyaknya
perayaan/festival yang berakar dari praktik-praktik pagan, festival-festival
itu sangat ditentang oleh golongan konservatif di dalam gereja. Pesta pora,
pemberian hadiah, dan hal-hal yang berlebihan menunjukkan perbedaan tajam
dengan kesederhanaan Natal Pertama. Banyak orang di sepanjang zaman hingga
sekarang, mengutuk praktik-praktik serupa karena berlawanan dengan semangat
Natal yang sebenarnya.
Rujukan
awal dalam bahasa Inggris yang menyebut 25 Desember sebagai hari Natal baru
muncul pada tahun 1043. (The History of Christmas).
Kata "Natal" berarti "Misa Kristus," atau dipersingkat, "Kristus-Mass." Datang kepada non-Kristen dan Protestan dari Gereja Katolik Roma. Mereka mendapatkannya TIDAK
dari Perjanjian Baru - TIDAK dari Alkitab - BUKAN dari rasul yang
secara pribadi diperintahkan oleh Kristus - tetapi dari paganisme yang diadopsi oleh Gereja Roma pada abad keempat.
New Schaff-Herzog
Encyclopedia of Religious Knowledge dalam artikel Christmas menyatakan:
"How
much the date of the festival depended upon the pagan Brumalia (Dec.25) following
the Saturnalia (Dec.17-24), and celebrating the shortest day of the year and
the ‘new sun’. can not be accurately determined. The pagan Saturnalia and
Brumalia were too deeply entrenched in popular custom to be set aside by
Christian influence. The pagan festival with its riot and merrymaking was so
popular that Christians were glad of an excuse to continue its celebration with
little change in spirit and in manner. Christian preachers of the West and the
Near East protested against the unseemly frivolity with which Christ’s birthday
was celebrated, while Christians of Mesopotamia accused their Western brethren
of idolatry and sun worship for adopting as Christian this pagan festival."
Sungguh
banyak tanggal perayaan yang terkait pada kepercayaan kafir Brumalia (25
Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dan
perayaan menjelang akhir tahun, serta festival menyambut kelahiran matahari
baru. Adat kepercayaan Pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat populer
di masyarakat itu diambil Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen
dengan sedikit mengubah jiwa dan tata caranya. Para pendeta Kristen di Barat
dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus Kristus yang meniru agama
berhala ini. Adapun Kristen Mesopatamia menuding Kristen Barat telah mengadopsi
model penyembahan kepada dewa Matahari.
Dalam Catholic Encyclopedia, edisi 1911, yang
berjudul Christmas, ada kalimat:
"Christmas
was not among the earliest festivals of Church, the first evidence of the feast
is from Egypt. Pagan customs centering around the January calends gravitated to
christmas."
Natal
bukanlah diantara upacara-upacara awal Gereja, bukti awal menunjukkan bahwa
pesta tersebut berasal dari Mesir. Perayaan ini diselenggarakan oleh para
penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari
kelahiran Yesus.
Dalam
Ensiklopedi itu pula, dengan judul Natal
Day, Origenes mengakui bahwa:
"In the
Scriptures, no one is recorded to have kept a feast or held a great banquet on
his birthday. It is only sinners (like Paraoh and Herod) who make great
rejoicings over the day in which they were born into this world."
Di
dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan
perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja
(seperti Firaun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke
dunia ini.
Encyclopedia Britannica (1946), menjelaskan:
"Christmas
was not among the earliest festivals of the church. It was not instituted by
Christ or the apostles, or by Bible authority. It was picked up of afterward
from paganism."
Natal bukanlah upacara-upacara awal gereja.
Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible
(Alkitab) juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja
dari kepercayaan kafir penyembah berhala.
Tahun Kelahiran Yesus
Tahun kelahiran Yesus mestinya terjadi sebelum
kematian Raja Herodes Agung yang ingin membunuhnya dengan memerintahkan
pembunuhan semua bayi berumur di bawah 2 tahun di Betlehem (Matius 2:16). Flavius
Josephus (37-100), sejarawan Yahudi abad pertama, mengatakan bahwa sesaat
sebelum Herodes meninggal telah terjadi gerhana bulan yang menurut para pakar
perbintangan terjadi pada 13 Maret tahun 4 sebelum Masehi (Antiquities of the
Jews, XVII, vi, 167).
Menurut Alan Williams penetapan tahun 1 Masehi sebagai tahun
kelahiran Yesus oleh Dionysius Exiguus yang diminta oleh Paus pada
tahun 525, sebagai dasar untuk menghitung siklus baru
dalam
memperbaiki tanggal Paskah, telah memperumit keadaan. Tapi, hal ini tidak diketahui sampai abad
ke-9, bahwa
yang ia dapatkan adalah sangat
salah, yang pada saat itu
sudah
terlalu terlambat untuk
mengubah kalender.
Selanjutnya ia mengatakan, bila Yesus lahir pada
awal 1 M, maka
Yesus akan lahir sekitar
4 atau 5 tahun
setelah Herodes meninggal. Herodes
Agung, ditetapkan meninggal dalam musim
semi 4 SM. Tidak ada cara
lain
untuk secara akurat menentukan tahun, apalagi tanggal yang
sebenarnya dari kelahirannya, tetapi kemungkinan
besar tahunnya
adalah antara 5 dan
6 SM.
Paus pun telah mengakui kesalahan tersebut. Dalam buku terbarunya berjudul Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives, yang dirilis Rabu (21/11), Paus
Benedict XVI memperkirakan bahwa Yesus lahir beberapa tahun lebih awal dari
yang selama ini dipercaya. Paus menulis bahwa
kesalahan itu dilakukan pada abad ke-6 Masehi oleh biarawan Dionysius
Exiguus atau Si Kecil Dennis, yang rupanya salah menghitung beberapa
tahun dalam menghitung awal penanggalan masehi.
Yesus Tidak Lahir 25 Desember. Yesus tidak lahir di musim dingin!
Alkitab menyatakan bahwa: "Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di
padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam" (Lukas 2:8). Tetapi di
bagian dunia itu, di daerah saat Yesus
lahir, akan menjadi terlalu dingin
di malam hari untuk melakukan hal itu di bulan
Desember. Para
gembala selalu membawa ternaknya dari padang penggembalaan mereka selambat-lambatnya tanggal 15 Oktober untuk melindunginya dari musim dingin, yang diikuti hujan setelah tanggal tersebut. Alkitab sendiri membuktikan, dalam Kidung Agung 2:11 dan Ezra
10:9, 13, bahwa musim dingin adalah musim hujan yang tidak memungkinkan
para gembala berada di lapangan terbuka di malam hari.
"It was
an ancient custom among Jews of those days to send out their sheep to the field
and desert about the Passover (early spring), and bring them home at
commencement of the first rain." (Adam Clarke Commentary, vol.5, page 370, New
York).
Adalah
kebiasaan kuno bagi orang-orang Yahudi untuk menggiring domba-domba mereka ke
padang menjelang Paskah (yang jatuh awal musim semi), dan membawanya pulang
pada permulaan hujan pertama.
Selama
domba-domba berada di luar, para penggembala mengawasinya siang dan malam.
Bila hujan pertama mulai turun pada bulan Cheshvan, atau antara bulan
Oktober dan November, ternak-ternak itu mulai dimasukkan ke kandangnya. Kita
pun mengetahui bahwa domba-domba itu dilepas di padang terbuka selama musim
panas.
Karena
para penggembala belum membawa pulang domba-dombanya, berarti bulan Oktober
belum tiba. Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa Yesus tidak lahir
pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba-domba berkeliaran di padang
terbuka di malam hari. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September,
karena di bulan inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari
berbagai bukti inilah, kemungkinan lahir di bulan Desember itu harus
disingkirkan. Memberi makan ternak di malam hari, adalah fakta sejarah.
sebagaimana yang diungkapkan oleh Talmud (kitab suci Yahudi) dalam bab Lightfoot.
Di
ensiklopedi mana pun atau juga di kitab suci Kristen sendiri akan mengatakan
kepada kita bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Catholic Encyclopedia sendiri secara
tegas dan terang mengakui fakta ini. Tidak seorang pun yang mengetahui, kapan
hari kelahiran Yesus yang sebenarnya. Jika kita meneliti dari bukti-bukti
sejarah dan kitab suci Kristen sendiri, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa
Yesus lahir pada awal musim gugur yang diperkirakan jatuh pada bulan September
atau sekitar 6 bulan setelah hari Paskah.
Sedangkan Alan Williams menyatakan bahwa apa yang lebih
mungkin adalah bahwa beliau
lahir di musim semi, mungkin antara
bulan Maret dan Mei. Apapun waktu
dan tahunnya, maka
hampir tidak mungkin untuk mengidentifikasi tanggal
yang sebenarnya.
Kalau begitu, mengapa dunia Kristen merayakan
kelahiran Yesus pada 25 Desember?
Perlu diingat! Menjelang abad pertama sampai pada abad keempat Masehi, dunia dikuasai
oleh imperium Romawi yang paganis politeisme. Sejak agama Kristen masih kecil
sampai berkembang pesat, para pemeluknya dikejar-kejar dan disiksa oleh
penguasa Romawi. Setelah kaisar Konstantin (285-337), mengaku menjadi pemeluk
agama Kristen diakhir masa kekaisarannya, ia menempatkan agama Kristen sejajar
dengan agama kafir Roma, sehingga banyak rakyat yang memeluk agama Kristen. Dan
sejak itu pula diadakan perayaan Natal pada 25 Desember bersamaan dengan perayaan dewa matahari.
Sudah
jadi tradisi Romawi bahwa setiap 25 Desember
penduduk kota Roma mengadakan pesta besar kepercayaan kafir Brumalia sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dan
perayaan menjelang akhir tahun, serta festival menyambut kelahiran matahari
baru. Pada tanggal
itu, matahari kembali ke belahan bumi utara setelah mencapai garis balik selatan, akibatnya
siang hari menjadi lebih panjang, dewa matahari dianggap telah lahir kembali dan
mereka bergembira-ria sambil tukar-menukar hadiah. Perayaan
ini adalah pesta-pora dengan penuh kemeriahan, dan sangat disenangi oleh
rakyat. Mereka tidak ingin kehilangan hari kegembiraan seperti itu. Oleh karena
itu, meskipun sudah memeluk agama Kristen, mereka tetap merayakan upacara adat
itu.
Adat kepercayaan Pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat populer
di masyarakat itu diambil Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen
dengan sedikit mengubah jiwa dan tata caranya. Dalam New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious
Knowledge dijelaskan bagaimana kaisar Konstantin tetap merayakan hari "Sunday" sebagai hari kelahiran Dewa Matahari. (Sun = Matahari, Day = Hari,
yang dalam bahasa Indonesia disebut hari Minggu).
New Schaff-Herzog
Encyclopedia of Religious Knowledge juga menjelaskan bagaimana
pengaruh kepercayaan kafir Manichaeisme yang menyamakan Anak Tuhan (Yesus)
identik dengan Matahari, yang kemudian pada abad ke-4 Masehi kepercayaan itu
masuk dalam agama Kristen. Sehingga perayaan hari kelahiran Sun-god (Dewa
Matahari) yang jatuh pada tanggal 25 Desember, diresmikan menjadi hari
kelahiran Son of God (Anak Tuhan-Yesus).
Encyclopaedia
Britannica menyebutkan:
"Certain
Latins, as early as 354, may have transferred the birthday from January 6th to
December, which was then a Mithraic feas. or birthday of the unconquered SUN.
The Syrians and Armenians, who clung to January 6th, accused the Romans of sun
worship and idolatry, contending. that the feast of December 25th, had been
invented by disciples of Cerinthus."
Kemungkinan
besar bangsa Latin/ Roma sejak tahun 354 M. telah mengganti hari kelahiran dewa
Matahari dari tanggal 6 Januari ke 25 Desember, yang merupakan hari kelahiran
Anak dewa Mitra atau kelahiran dewa Matahari yang tak terkalahkan. Tindakan ini
mengakibatkan orang-orang Kristen Syiria dan Armenia marah-marah. Karena sudah
terbiasa merayakan hari kelahiran Yesus pada tanggal 6 Januari, mereka mengecam
bahwa perayaan tanggal 25 Desember itu adalah hari kelahiran Dewa Matahari yang
dipercayai oleh bangsa Romawi. Penyusupan ajaran ini ke dalam agama Kristen,
dilakukan oleh Cerinthus.
Encyclopedia Americana terbitan tahun 1944, menyatakan:
"Christmas.
It was, according to many authorities, not celebrated in the first centuries of
the Christian church, as the Christian usage in general was to celebrate the
death of remarkable persons rather than their birth." (The 'communion,' which
is instituted by New Testament Bible authority, is a memorial of the death of
Christ). A feast was established in memory of this event (Christ's birth) in
the fourth century. In the fifth century the Western Church ordered it to be
celebrated forever on the day of the old Roman feast of the birth of Sol, as no
certain knowledge of the day of Christ's birth existed."
Menurut
para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat
Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang
terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut.
('Perjamuan Suci' yang termaktub dalam Kitab Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus.). Perayaan
Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan pada abad
keempat Masehi. Pada abad kelima, Gereja Barat memerintahkan kepada umat
Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta
bangsa Roma yang merayakan hari kelahiran Dewa Matahari. Sebab tidak seorang
pun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.
Ketetapan untuk mengkonversi tanggal 25 Desember ('Sunday'),
menjadi hari raya kelahiran Yesus dilakukan oleh Paus Julius I pada pertengahan
abad 4 di kota Roma.
Ketetapan tersebut tidak dapat diterima oleh
gereja-gereja di Yerusalem yang menolaknya sampai abad 6 (Wagner, C. 1995, Bridges for Peace). Setelah itu secara
tidak resmi umat Kristen menerima tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran
Yesus, walaupun banyak yang mengetahui bahwa itu bukan tanggal yang
sesungguhnya.
Demikianlah
asal usul 'Christmas-Natal' yang dilestarikan oleh dunia Barat sampai sekarang.
Bermula dari mengadopsi ritual pagan-pagan sebelumnya, menyamakan perayaan 'Sunday' untuk 'Sun-god', kemudian mengkonversi 'Sun-god'
menjadi 'Son of God', sekaligus 'merebut Sunday-nya menjadi Chrismas-Natal.
Walaupun
namanya diubah menjadi selain 'Sunday, Son of God, Christmas dan Natal', pada
hakikatnya sama dengan merayakan hari kelahiran Dewa Matahari.
Jadi, setelah mengetahui asal mula perayaan Natal, maka pertanyaan bolehkah kita mengucapkan Selamat Hari Natal, telah menjadi pertanyaan yang usang. Hal ini karena mereka yang merasa telah terbebas dari paganisme, sudah tidak merasa perlu lagi untuk merayakannya, bahkan menentang perayaan Natal.