Penulis: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
.
Shahabat yang mulia bernama Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu menuturkan:
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أهل الْكُتُبِ. فَقَرَأَهُ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ فَقَالَ: أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا، يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي
"Umar
ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa sebuah kitab yang diperolehnya dari
sebagian ahlul kitab.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun membacanya lalu beliau marah seraya bersabda: "Apakah engkau termasuk orang yang bingung [1],
wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih
bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahlul kitab),
sehingga mereka mengabarkan al-haq (kebenaran) kepada kalian namun
kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu
kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam masih hidup
niscaya tidaklah melapangkannya kecuali dengan mengikuti aku."
Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/387 dan Ad-Darimi dalam muqaddimah kitab Sunan-nya no. 436. Demikian pula Ibnu Abi 'Ashim Asy-Syaibani dalam kitabnya As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa'ul Ghalil no. 1589.
Dalam riwayat Ad-Darimi hadits di atas datang dengan lafadz
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَتَى رَسُوْلَ اللهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِِنُسْخَةٍ مِنَ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذِهِ نُسْخَةٌ مِنَ التَّوْرَاةِ. فَسَكَتَ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَغَيَّرُ. فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ ، مَا تَرى مَا بِوَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ غَضَبِ اللهِ وَغَضَبِ رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِحُمَّدٍ نَبِيًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَالَكُم مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ وَتَرَكْتُمُوْنِي، لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيْلِ، وَلَو كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَتَّبَعَنِيْ
Artinya: 'Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa salinan dari kitab Taurat. Ia berkata: "Ya Rasulullah, ini salinan dari kitab Taurat."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diam, lalu mulailah 'Umar membacanya dalam keadaan wajah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berubah.
Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada 'Umar: "Betapa ibumu kehilangan kamu [2], tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?"
Umar melihat wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dan
ia menangkap perubahan tersebut), maka ia berkata: "Aku berlindung
kepada Allah dari kemurkaan Allah dan RasulNya. Kami ridha Allah sebagai
Rabb kami, Islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Musa 'alaihissalam
muncul kepada kalian kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkan aku,
sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Seandainya Musa masih
hidup dan ia menemui masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku."
Sikap Seorang Muslim terhadap Berita-berita Ahlul Kitab
Berita-berita
yang datang dari ahlul kitab, Yahudi ataupun Nasrani, yang tidak ada
keterangannya dalam syariat kita, tidak boleh kita pastikan kebenarannya
kemudian kita benarkan. Atau memastikan kedustaannya kemudian kita pun
mendustakannya. Karena berita itu bisa jadi benar atau haq dan bisa jadi
dusta atau batil. Jika kita benarkan dikhawatirkan itu adalah batil dan
bila kita dustakan khawatirnya itu adalah haq. Sehingga dua keadaan ini
bisa menjatuhkan kita ke dalam dosa.
Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia Abu Hurairah radhiallahu 'anhu mengabarkan:
كَانَ أَهْلُ
الْكِتَابِ يَقْرَؤُوْنَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُوْنَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى
اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ
تُصَدِّقُوْا أَهْلَ
الْكِتَابِ وَلاَ
تُكَذِّبُوْهُمْ ،
وَقُوْلُوْا : {آمَنَّا بِاللهِ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْنَا ...} الآية
(البقرة : 136
Artinya: "Adalah ahlul kitab mereka
membaca Taurat dalam bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya dengan bahasa Arab
kepada orang-orang Islam. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian membenarkan ahlul kitab dan jangan pula mendustakannya,
dan katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan pada kami….". (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4485).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata ketika menjelaskan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
لاَ تُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوْهُمْ
(Janganlah kalian membenarkan ahlul kitab dan jangan pula mendustakannya): "Yakni apabila berita yang mereka kabarkan itu masih mengandung ihtimal
(kemungkinan benar dan kemungkinan salah). Sehingga jangan sampai
perkaranya benar namun kalian mendustakannya, atau perkaranya dusta
namun kalian membenarkannya, dan kalian pun terjatuh dalam dosa. Dan
tidak ada larangan mendustakan mereka dalam perkara yang memang syariat
kita menyelisihinya dan tidak pula ada larangan untuk membenarkan mereka
dalam perkara yang disepakati syariat kita, demikian penjelasan Al-Imam
Asy-Syafi'i." (Fathul Bari 8/214)
Bersamaan dengan itu kita dilarang bertanya tentang perkara agama kepada ahlul kitab. Karena itulah Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma berkata:
كَيْفَ تَسْأَلُوْنَ أَهْلَ الْكِتَابِ عَنْ شَيْءٍ وَكِتَابُكُمُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْدَثُ، تَقْرَؤُوْنَهُ مَحْضًا لَمْ يُشَبْ، وَقَدْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ بَدَّلُوْا كِتَابَ اللهِ وَغَيَّرُوْهُ، وَكَتَبُوْا بِأَيْدِيْهِمُ الْكِتَابَ وَقَالُوْا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً، لاَ يَنْهَاكُمْ مَا جَاءَكُمْ مِنَ الْعِلْمِ عَنْ مَسْأَلَتِهِمْ، لاَ وَاللهِ مَا رَأَيْنَا مِنْهُمْ رَجُلاً يَسْأَلُكُمْ عَنِ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَيْكُمْ
Artinya: "Bagaimana
kalian bertanya kepada ahlul kitab tentang sesuatu sementara kitab
kalian yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
kitab paling akhir (turunnya dari sisi Allah). Kalian membacanya dalam
keadaan murni tidak bercampur (dengan kepalsuan). Allah telah
menyampaikan (keterangan) kepada kalian bahwa ahlul kitab itu telah
mengganti dan mengubah-ubah kitabullah. Mereka menulis kitab itu dengan
tangan-tangan mereka (mereka karang sendiri) kemudian mereka mengatakan:
"Ini (apa yang mereka tulis itu) diturunkan dari sisi Allah." Mereka
lakukan perbuatan itu untuk memperoleh keuntungan yang sedikit. Tidakkah
ilmu yang datang kepada kalian mencegah kalian dari bertanya kepada
mereka? Tidak, demi Allah! Kami tidak melihat seorang pun dari mereka
yang bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian."
(HR. Al-Bukhari no. 7363, kitab Al-I'tisham bil Kitab was Sunnah, bab Qaulin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : La Tas'alu Ahlal Kitab 'an Syai'in)
Dari ucapan beliau radhiallahu 'anhuma
لاَ وَاللهِ مَا رَأَيْنَا مِنْهُمْ رَجُلاً يَسْأَلُكُمْ عَنِ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَيْكُمْ , seakan-akan Ibnu 'Abbas radhiallahu ‘anhuma hendak menyatakan:
"Mereka
ahlul kitab tidak pernah menanyakan tentang sesuatu pun kepada kalian,
sementara mereka tahu kitab kalian tidak ada tahrif (penyimpangan/
perubahan) di dalamnya. Mengapa kalian justru bertanya kepada mereka
sedangkan kalian benar-benar mengetahui bahwa kitab mereka telah diubah
dari aslinya?" (Fathul Bari 13/621).
Abdurrazzaq Ash-Shan'ani rahimahullahu meriwayatkan dalam Mushannafnya [3] (no. 19212) dari jalan Huraits bin Zhuhair, ia berkata: 'Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud) berkata rahimahullahu:
لاَ تَسْأَلُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ عَنْ شَيْءٍ، فَإِنَّهُمْ لَنْ يَهْدُوْكُمْ وَقَدْ أَضَلُّوا أَنْفُسَهُمْ، فَتُكَذِّبُوْنَ بِحَقٍّ أَوْ تُصَدِّقُوْنَ بِبَاطِلٍ
"Janganlah
kalian bertanya tentang sesuatu kepada ahlul kitab karena sesungguhnya
mereka tidak akan memberikan petunjuk/ hidayah kepada kalian. Mereka
sendiri telah menyesatkan diri mereka. (Bila kalian bertanya kepada
mereka kemudian mereka memberitakan apa yang kalian tanyakan,
dikhawatirkan) kalian akan mendustakan yang haq atau membenarkan yang
batil."
Bila ada yang menyatakan bahwa larangan bertanya kepada ahlul kitab ini seakan bertentangan dengan perintah Allah 'Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
فَاسْأَلِ الَّذِيْنَ يَقْرَؤُوْنَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ
"Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Al-Kitab sebelummu." (Yunus: 94)
Maka
dijawab bahwa ayat ini tidaklah bertentangan dengan larangan yang
tersebut dalam hadits. Karena yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah
bertanya kepada ahlul kitab yang telah beriman, sementara larangan yang
tersebut dalam hadits hanyalah ditujukan bila bertanya kepada ahlul
kitab yang belum beriman. (Fathul Bari 13/408)
Peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Membaca Buku-buku Ahlul Kitab
Di dalam Al-Qur`an, Allah 'Azza wa Jalla mengabarkan
bahwa ahlul kitab telah mengubah-ubah kitab mereka yang tadinya
merupakan kalamullah yang diturunkan dari atas langit, namun kemudian
karena ulah para pendeta Yahudi dan Nasrani bercampurlah kalamullah
tersebut dengan kalam manusia. Bahkan kalamullah itu sendiri mereka ubah
dan dipindahkan dari tempatnya, sehingga kitab mereka tidak lagi murni
sebagaimana diturunkan pada awalnya, tetapi tercampur dengan kepalsuan
dan kedustaan, dan susah untuk dipisahkan mana yang haq dan mana yang
batil.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: "Maka
kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh
tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat
dari apa yang mereka kerjakan [4]." (Al-Baqarah: 79)
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu berkata:
"Yang
Allah maksudkan dengan firman-Nya ini adalah orang-orang Yahudi Bani
Israil yang telah melakukan tahrif atas Kitabullah. Dan mereka menulis
sebuah kitab berdasarkan penakwilan/ penafsiran menyimpang yang mereka
buat, menyelisihi dengan apa yang Allah 'Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi Musa 'alaihissalam.
Kemudian orang-orang Yahudi ini menjual kitab karangan mereka itu
kepada suatu kaum yang tidak memiliki ilmu tentang penakwilan tersebut,
tidak pula memiliki pengetahuan dengan apa yang terdapat dalam Taurat,
dan kepada orang-orang bodoh yang tidak mengetahui apa yang terdapat
dalam kitabullah. Mereka, orang-orang Yahudi melakukan hal ini, karena
ingin mendapatkan dunia yang rendah." (Jami'ul Bayan fi Ta'wil Ayil Qur'an 1/422)
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu menyebutkan bahwa pendeta-pendeta Yahudi itu khawatir kehilangan sumber penghidupan dan kepemimpinan mereka ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah. Mereka lalu melakukan tipu daya untuk menyimpangkan orang-orang Yahudi dari beriman kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Mereka telah memahami sifat/ ciri-ciri beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
tersebut dalam Taurat, di mana disebutkan bahwa beliau memiliki wajah
dan rambut yang bagus, kedua matanya seperti bercelak, perawakannya
sedang tidak terlalu tinggi tidak pula pendek.
Mereka
lalu kemudian mengubah sifat-sifat tersebut dan menggantinya dengan
sifat tinggi, miring matanya, dan keriting rambutnya. Bila orang-orang
bodoh yang tidak mengerti Taurat bertanya tentang sifat/ ciri-ciri nabi
yang terakhir kepada para pendeta ini, mereka pun membacakan apa yang
telah mereka tulis, sehingga orang-orang bodoh tersebut menjumpai sifat/
ciri-ciri nabi yang akhir itu berbeda dengan sifat/ ciri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Akibatnya mereka pun mendustakannya. (Ma'alimut Tanzil, 1/54-55)
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ
"Mereka (orang-orang Yahudi) mengubah perkataan dari tempat-tempatnya." (An-Nisa: 46)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa sifat orang-orang Yahudi itu suka mengganti
dan mengubah-ubah makna Taurat dari tafsir yang sebenarnya. (Jami'ul Bayan fi Ta'wil Ayil Qur'an 4/121)
Perubahan
yang mereka lakukan itu bisa berupa lafadz atau maknanya, atau keduanya
sekaligus. Mereka mengubah hakikat yang ada, menempatkan al-haq di atas
al-batil, dan menentang al-haq itu. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 181)
Diriwayatkan bahwa Ka'b Al-Ahbar pernah datang menemui Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu,
yang ketika itu menjabat sebagai Amirul Mukminin, dengan membawa sebuah
mushaf, ia berkata: "Wahai Amirul Mukminin, dalam mushaf ini tertulis
Taurat, apakah aku boleh membacanya?"
Umar menjawab: "Jika memang engkau yakin itu adalah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam pada hari Thursina maka silahkan membacanya. Dan jika tidak, maka jangan membacanya." (Syarhus Sunnah 1/271)
Karena bercampurnya al-haq dengan al-batil inilah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingkari perbuatan Umar radhiallahu 'anhu yang memegang Taurat sebagaimana tersebut dalam hadits yang menjadi pembahasan kita. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan kepada Umar:
أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً
Artinya: "Apakah
engkau termasuk orang yang bingung wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian
dengan membawa agama yang putih bersih."
Di samping itu, apa yang datang dalam syariat agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah
sangat memadai sehingga umat beliau tidak lagi membutuhkan syariat
agama lain atau syariat umat terdahulu. Umat ini tidak lagi butuh nabi
dan rasul lain setelah diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di tengah mereka. Kalaupun para nabi dan rasul terdahulu, sebelum Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ,
masih hidup dan menemui masa kenabian beliau, niscaya para nabi dan
rasul tersebut akan mengikuti beliau dan tunduk pada syariat yang beliau
bawa. Karena itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada 'Umar radhiallahu 'anhu:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي
Artinya: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya Musa 'alaihissalam masih hidup niscaya tidaklah melapangkannya kecuali dengan mengikuti aku."
Kitab Suci Yahudi dan Nasrani Tidak Lagi Asli
Allah 'Azza wa Jalla tidak
memberikan jaminan penjagaan atas kalam-Nya yang termaktub dalam kitab
Taurat dan Injil, sebagaimana jaminan penjagaan yang diberikan-Nya
kepada Al-Qur'an:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikra (Al-Qur'an) dan sungguh Kamilah yang akan menjaganya." (Al-Hijr: 9)
Karena
penjagaan ini maka Al-Qur'an selama-lamanya tidak akan dapat dipalsukan
sampai kalamullah itu diangkat kembali dari lembaran dan dada-dada
manusia (dari hapalan mereka) menjelang hari kiamat. Adapun kitab samawi
lainnya seperti Taurat dan Injil tidaklah selamat dari pemalsuan
sehingga wajar bila kita katakan kitab-kitab yang dipegang ahlul kitab
telah dipalsukan para rahib dan pendeta mereka dari aslinya. Ini
berdasarkan pengabaran Allah 'Azza wa Jalla sendiri melalui Al-Qur'an, dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari atsar dan juga dari bukti-bukti sejarah serta pertentangan dan
keganjilan-keganjilan yang ada di dalam Taurat dan Injil sendiri.
Dalam kitabnya Al-Fishal fil Milal wal Ahwa' wan Nihal, Ibnu Hazm rahimahullahu menyebutkan secara panjang lebar sejarah Bani Israil sejak wafatnya Nabi Musa 'alaihissalam untuk membuktikan bahwa kitab Taurat tidak lagi asli tetapi telah diubah-ubah. Disebutkan bahwa sepeninggal Nabi Musa 'alaihissalam, Bani Israil dipimpin Yusya' bin Nun selama 31 tahun dengan tetap istiqamah berpegang dengan agama.
Kemudian
mereka dipimpin Fainuhas ibnul 'Azar bin Harun selama 25 tahun, juga
masih istiqamah di atas agama. Setelah wafatnya Fainuhas, seluruh Bani
Israil murtad dari agama mereka dan menyembah berhala secara
terang-terangan. Dan sejak itu mereka dipimpin penguasa-penguasa kafir,
meski terkadang diselingi kepemimpinan penguasa yang beriman. Namun
tetap lebih dominan dikuasai penguasa kafir dan yang berkubang dalam
kekafiran dan penyembahan terhadap berhala [5].
Ibnu Hazm rahimahullahu berkata:
"Sejak Bani Israil masuk ke tanah yang disucikan (Palestina) sepeninggal Musa 'alaihissalam
sampai masa pemerintahan raja mereka Syawul, sebanyak tujuh kali mereka
meninggalkan keimanan dan terang-terangan menyembah berhala." Beliau rahimahullahu
juga berkata: "Perhatikanlah, kitab apa yang masih tertinggal bersama
dengan kekufuran yang terus menerus dan menolak keimanan selama masa
yang panjang [6]
di sebuah negeri yang kecil. Sementara tidak ada seorang pun di muka
bumi ketika itu yang berada di atas agama mereka dan mengikuti kitab
mereka selain mereka sendiri." (Al-Fishal 1/215)
Berikut ini kami sebutkan beberapa contoh kedustaan yang terdapat dalam Taurat. Di dalam Taurat dihikayatkan bahwa Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Ini Adam, ia
telah menjadi seperti salah satu dari Kami dalam mengetahui kebaikan
dan kejelekan…." Ibnu Hazm menyatakan dengan ucapan ini menunjukkan
mereka meyakini ilaah atau sesembahan itu lebih dari satu dan Adam termasuk ilaah tersebut [7].
Disebutkan
pula dalam Taurat: "Ketika manusia telah banyak memenuhi muka bumi dan
lahir putri-putri Adam. Maka saat putra-putra Allah melihat putri-putri
Adam yang cantik-cantik, putra-putra Allah pun memperistri sebagian dari
mereka." Ibnu Hazm membantah kedustaan mereka ini dengan menyatakan
bahwa ucapan tersebut adalah kedunguan dan kedustaan yang besar, di mana
Allah dijadikan memiliki anak laki-laki yang menikahi putri-putri Adam,
yang berarti Allah dan Adam berbesanan. Maha Suci Allah dari kedustaan
ini [8].
Selain itu di dalam Taurat yang mereka pegangi disebutkan bahwa Nabi Luth 'alaihissalam
digauli dua putrinya secara bergantian setelah beliau yang telah renta
dibuat mabuk dengan diminumi khamr. Sehingga kedua putrinya hamil dari
hasil hubungan dengan ayahnya. Na'udzubillah dari tuduhan keji mereka
yang membuat gemetar kulit orang-orang yang beriman yang mengetahui
hak-hak para nabi [9].
Ibnul Qayyim rahimahullahu
mendustakan ucapan orang-orang Yahudi bahwa lembaran-lembaran yang
bertuliskan Taurat saling mencocoki baik yang ada di belahan bumi timur
maupun barat. Ibnul Qayyim berkata: "Ini adalah kedustaan yang nyata,
karena Taurat yang berada di tangan orang-orang Nasrani menyelisihi/
berbeda dengan Taurat yang berada di tangan orang-orang Yahudi, dan juga
Taurat yang ada di tangan Samiri berbeda pula dengan keduanya. Demikian
pula Injil, sebagiannya berbeda dengan yang lain dan saling
bertentangan."
Ibnul Qayyim melanjutkan:
"Taurat
yang berada di tangan orang-orang Yahudi di dalamnya terdapat tambahan,
perubahan/ penyimpangan dan pengurangan yang kentara bagi orang-orang
yang mendalam ilmunya. Dan mereka (ahlul ilmi) yakin secara pasti bahwa
hal itu tidak terdapat dalam Taurat yang Allah turunkan kepada Musa 'alaihissalam.
Demikian pula Injil yang berada di tangan orang-orang Nasrani. Di
dalamnya terdapat tambahan, perubahan/ penyimpangan dan pengurangan yang
tidak bisa disembunyikan dari orang-orang yang ilmunya dalam. Dan
mereka yakin secara pasti bahwa hal itu tidak terdapat dalam Injil yang
Allah 'Azza wa Jalla turunkan kepada Al-Masih 'Isa 'alaihissalam." (Hidayatul Hayara fi Ajwibatil Yahudi wan Nashara, hal. 101)
Al-'Allamah Asy-Syaikh Rahmatullah bin Khalilur Rahman Al-Kairanawi Al-Hindi rahimahullahu
menyebutkan beberapa bukti bahwa kitab Taurat dan Injil yang ada
sekarang bukanlah Taurat dan Injil yang pernah diturunkan kepada Nabi
Musa dan Nabi 'Isa 'alaihimassalam.
Di
antaranya, beliau menyebutkan fakta sejarah berkenaan dengan Taurat
bahwasanya Taurat yang ada sekarang terputus sanadnya sebelum zaman raja
Yusya' bin Amun yang berkuasa pada tahun 638 SM. Sedangkan nuskhah
(manuskrip) bertuliskan Taurat yang didapatkan setelah 18 tahun ia
berkuasa, tidak bisa dijadikan sandaran. Karena nuskhah itu dibuat-buat
oleh Al-Kahin Hilqiyya. Selain tidak bisa dijadikan sandaran, secara
umum nuskhah itu hilang sebelum Bukhtanashar menaklukkan negeri
Palestina pada tahun 587 SM.
Seandainya
kita anggap nuskhah itu tidak hilang, maka ketika Bukhtanashar
menguasai Palestina niscaya ia akan memusnahkan Taurat dan seluruh kitab
Perjanjian Lama sehingga tidak tersisa bekasnya. Orang-orang Yahudi
berdalih bahwa Uzara telah menulis sebagian lembaran-lembaran Taurat di
Babil, namun yang ditulisnya ini pun hilang ketika Anthaikhus IV
menaklukkan negeri Palestina.
Ketika
Suraya berkuasa antara tahun 175-163 SM, ia berencana memusnahkan agama
Yahudi dan mewarnai Palestina dengan ajaran Hailainiyyah (Helenisme
Yunani). Ia pun menjual jabatan-jabatan pendeta Yahudi, membunuh
sejumlah 40 hingga 80 juta pendeta Yahudi, merampas barang-barang yang
ada di seluruh tempat ibadah Yahudi, bertaqarrub kepada sesembahannya
dengan menyembelih babi dan menyalakan api di atas tempat penyembelihan
orang Yahudi, serta memerintahkan 20 ribu tentara untuk mengepung
Al-Quds yang akhirnya menyerbu Al-Quds pada hari Sabtu ketika
orang-orang Yahudi berkumpul untuk mengerjakan shalat. Mereka merampas
Al-Quds, meruntuhkan rumah dan pagar-pagar, menyalakan api di dalamnya
serta membunuh semua orang yang ada di dalamnya sampaipun para wanita
dan anak-anak. Tidak ada yang selamat pada hari itu kecuali orang yang
lari ke gunung-gunung atau bersembunyi dalam gua-gua." (Mukhtashar Kitab Izh-harul Haq, hal. 20-21)
Demikian pula keberadaan Injil yang dipegangi orang-orang Nasrani. Jauh ditulis setelah diangkatnya Nabi 'Isa 'alaihissalam,
baik itu Injil yang konon katanya ditulis oleh Yohanes yang kemudian
disebut Injil Yohanes, Injil Markus, Injil Lukas maupun Injil Matius.
Cukuplah keberadaan empat Injil ini yang masing-masing isinya terdapat
pertentangan, sebagai bukti ketidakotentikan Injil tersebut. Dan
Injil-Injil itu bukanlah Injil yang pernah diturunkan kepada Nabi 'Isa 'alaihissalam.
Asy-Syaikh Rahmatullah Al-Hindi berkata:
"Kitab
samawi (yang diturunkan dari langit) yang wajib kita terima adalah
kitab yang ditulis dengan perantara salah seorang nabi, dan sampai
kepada kita dengan sanad yang bersambung tanpa ada perubahan dan
penggantian. Adapun kitab yang disandarkan kepada seseorang yang
memiliki ilham dengan semata-mata persangkaan dan dugaan, tidaklah cukup
untuk menetapkan bahwa kitab tersebut merupakan karya orang itu,
sekalipun misalnya ada satu atau beberapa kelompok mengaku-aku
penyandaran tersebut.
Tidakkah engkau lihat bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama yang disandarkan kepada Musa, Uzra, Isy'aya', Irmiya dan Sulaiman 'alaihimussalam, tidaklah tsabit
(benar) dengan satu dalil pun yang menunjukkan keshahihan
penyandarannya kepada mereka, karena hilangnya sanad yang bersambung
atas kitab-kitab tersebut. Dan juga tidakkah engkau lihat bahwa
kitab-kitab dari Perjanjian Baru yang lebih dari 70 (buah) disandarkan
kepada 'Isa, Maryam, Hawariyyun dan pengikut mereka. Kelompok-kelompok
Nasrani yang ada sekarang telah sepakat tentang ketidakshahihan
penyandaran kitab-kitab tersebut kepada Isa dan lainnya. Bahkan
kitab-kitab itu termasuk kedustaan yang dibuat-buat. Kemudian ada kitab
yang wajib diterima menurut penganut Katholik, namun wajib ditolak
menurut orang-orang Yahudi dan penganut Protestan…." (Mukhtashar Kitab Izh-harul Haq, hal.19)
Dengan
demikian semakin pastilah dari fakta-fakta yang ada bahwa kitab-kitab
yang dipegangi Yahudi dan Nasrani bukanlah Taurat dan Injil yang
disebutkan dalam Al-Qur`anul Karim, sehingga tidak wajib untuk kita
terimanya. Namun kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
tersebut ditempatkan sebagai berikut:
Setiap
riwayat yang terdapat di dalamnya bila dibenarkan oleh Al-Qur`anul
Karim maka riwayat tersebut diterima dengan yakin, kita benarkan tanpa
rasa berat. Namun bila didustakan Al-Qur'an maka kita tolak dengan
yakin, kita dustakan tanpa keberatan. Bila Al-Qur'an mendiamkannya,
tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan maka kita pun
mendiamkannya, yakni kita tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan.
Al-Qur'anul
Karim adalah penjaga bagi kitab-kitab sebelumnya, yakni Al-Qur`an
menampakkan al-haq yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya dan
mendukungnya, serta menampakkan kebatilan yang ada di dalam kitab-kitab
tersebut dan menolaknya.
Bantahan
ulama Islam atas Taurat dan Injil serta menampakkan kedustaan serta
perubahan yang ada di dalamnya, tidaklah ditujukan kepada Taurat dan
Injil yang diturunkan Allah kepada Musa dan 'Isa 'alaihimassalam.
Namun yang mereka bantah adalah kisah dan riwayat-riwayat yang
dikumpulkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sepanjang beberapa
kurun, di mana orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan bahwa itu
adalah wahyu dan ilham. Sungguh Taurat yang Allah turunkan kepada Musa
hanya satu dan Injil yang Allah turunkan kepada 'Isa hanya satu pula.
Lalu bagaimana bisa didapatkan sekarang ini ada tiga Taurat yang berbeda
dan ada empat Injil yang juga berbeda? [10]" (Mukhtashar Kitab Izh-harul Haq, hal. 35-37).
Wallahu a'lam bish-shawab.
Footnote:
[1] Ibnu 'Aun berkata: "Aku bertanya kepada Al-Hasan: 'Apa yang dimaksud dengan مُتَهَوِّكُوْنَ ?’.
Al-Hasan menjawab: 'Orang-orang yang bingung'.
Demikian disebutkan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman (1/132), sebagaimana dinukilkan dalam Al-Irwa' (6/38). Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu menyebutkan makna sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut: 'Yakni apakah
kalian bingung dalam berIslam, kalian tidak mengetahui agama kalian
hingga kalian harus mengambil agama tersebut dari Yahudi dan Nasrani?" (Syarhus Sunnah 1/271)
[2] ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ yakni
betapa ibumu kehilangan kamu. Orang yang mengucapkan hal ini kepada
seseorang seakan-akan mendoakan kematian lawan bicaranya karena jeleknya
perbuatan atau ucapannya. Atau ia mengucapkan ucapan tersebut dengan
maksud menyatakan: "Bila engkau berbuat/ berucap demikian, maka kematian
lebih baik bagimu, agar engkau tidak menambah kejelekan lagi." Atau
bisa pula ucapan ini termasuk lafadz-lafadz yang biasa beredar di lisan
orang Arab tanpa dimaksudkan sebagai doa seperti ucapan mereka: تَرِبَتْ يَدَاكَ dan قَاتَلَكَ اللهُ. (An-Nihayah, hal. 123)
[3] Al-Hafizh Ibnu Hajar menghasankan sanadnya dalam Fathul Bari 13/408
[4] Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu
menyatakan bahwa dalam ayat ini dan yang sebelumnya ada peringatan dari
melakukan penggantian, perubahan, dan penambahan dalam syariat. Maka
semua orang yang mengganti, mengubah atau mengadakan perkara baru
(bid'ah) dalam agama Allah dengan sesuatu yang bukan bagian dari agama
dan dengan sesuatu yang terlarang dalam agama, maka ia masuk dalam
ancaman yang keras dan azab yang pedih tersebut. (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an 1/9)
[5] Al-Fishal fil Milal wal Ahwa' wan Nihal, 1/ 213-215
[6] Lebih dari 114 tahun
[7] Al-Fishal 1/146.
[8] Al-Fishal 1/147
[9] Al-Fishal 1/161
[10]
Karena terbatasnya lembaran yang ada dalam rubrik ini maka kami tidak
dapat memaparkan semuanya. Bagi pembaca yang ingin mendapatkan
penjelasan lebih jauh, silahkan membaca kitab-kitab seperti Al-Fishal fil Milal wal Ahwa' wan Nihal karya Al-Imam Ibnu Hazm, Al-Jawabus Shahih liman Baddala Dinal Masih karya Al-Imam Ibnu Taimiyyah, Hidayatul Hayara fi Ajwibatil Yahudi wan Nashara karya Al-Imam Ibnul Qayyim, Izh-harul Haq karya Asy-Syaikh Rahmatullah Al-Hindi atau Mukhtasharnya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar