Domba, Salah Paham Orang Kristen Sedunia


Telah diketahui secara umum bahwa orang Kristen sedunia merasa sangat bangga menganggap dirinya sebagai 'Domba.

Kemudian secara antusias mereka menguras seluruh energinya, mengerahkan segala daya upaya untuk mencari 'Domba-domba' lain ke seluruh penjuru dunia untuk 'diselamatkan' atau lebih tepat untuk 'dijinakkan!'

Tentu tiada lain, hal itu didasarkan pada ayat Alkitab yang mereka anggap sebagai jaminan mendapat Surga dari Yesus untuk orang Kristen:
"Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku." (Yohanes 10:27-28).


Buktinya seperti pernyataan dari situs Kristen yang dikutip dalam artikel yang ini: Kepastian Masuk Surga Kristen dan Islam.

Padahal menurut Alkitab, yang disebut 'Domba oleh Yesus adalah hanya orang dari Ras Yahudi, sedangkan orang-orang Goyim/ Gentile, bangsa lain diluar bangsa Yahudi oleh Yesus disebut (maaf) 'Anjing. (lihat: Markus 7:27 dan Matius 15:26).

Jadi benar sekali, bukan Yesus yang menuntun Anjing-anjing seperti gambar ini:

Tentu saja, 'Anjing-anjing tidak akan masuk surga, karena bagaimanapun 'Anjing adalah sebutan untuk sesuatu yang hina atau sebagai penghinaan secara Alkitabiah (lihat Filipi 3:2).

Dan saya pun merasa serba salah dengan titel header blog ini, seperti telah saya tulis di artikel ini: Duh, Deskripsi Titel Header Blog Saya Salah !

Namun jangan khawatir berkaitan dengan 'Anjing dan binatang Anjing, karena bila kita mengasihi mahluk hidup lainnya, termasuk binatang Anjing, maka sungguh ini termasuk perbuatan sangat baik yang bisa membawa diri kita ke Surga, seperti dalam hadits berikut:

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu" (HR Al-Bukhari no. 3467 dan Muslim no. 2245).

"Tatkala seseorang sedang menyusuri sebuah jalan dalam keadaan haus yang sangat amat, maka iapun mendapati sebuah sumur. Iapun turun ke dalam sumur tersebut lalu minum, lalu keluar dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing sedang menjilat-jilat tanah karena kehausan. Maka iapun berkata : Anjing yang sangat kehuasan sebagaimana haus yang aku rasakan. Maka iapun turun ke dalam sumur lalu mengisi sepatunya dengan air kemudian ia memegang sepatu dengan mulutnya hingga akhirnya ia memanjat dinding sumur lalu iapun memberi minum anjing tersebut. Maka Allahpun membalas jasanya dan mengampuni dosa-dosanya" (Muslim no. 2244). Atau dalam lafal yang lain: "Maka Allah pun membalas jasanya lalu memasukannya ke dalam surga" (HR Al-Bukhari no. 173).

So.... tetaplah jadi manusia. Jadilah manusia penyayang agar disayang Tuhan!
"Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di sayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang  ada di langit. (HR. Abu Dawud: 4941 dan At-Thirmidzi: 1924).

Bukan menghinakan diri kita sendiri yang semestinya manusia itu terhormat sesuai harkat martabat kemanusian yang beradab, dengan cara menerima atau menganggap diri kita sebagai binatang 'Anjing, hanya karena untuk mendapat 'angan-angan Surga' seperti dalam keyakinan Kristen.

Kisah Inspiratif Muallaf dari Bandung


Kisah Muallaf yang sangat inspiratif dari keluarga Martono, pejabat PT Telkom, Bandung. Martono yang sebelumnya Islam (abangan) berubah menjadi pemeluk Kristen demi untuk memperistri Agnes, seorang Katolik taat. Namun seiring perjalanan bahtera rumah tangga mereka, justru Agnes yang mendahului menjadi Muslimah setelah mendapat 'pengalaman spiritual' melalui anak bungsu mereka, Rio. 

Alhamdulillah... akhirnya mereka sekeluarga mendapat hidayah dari Allah, terlahir kembali menjadi Muslim... kembali ke fitrah!
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Al-Bukhari: 1358; Muslim: 2658; Ahmad: II/233). 

------
Agnes adalah sosok wanita Katolik yang taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar oleh Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan "Saya lebih mencintai Yesus Kristus daripada manusia!" 

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan iman Martono yang muslim namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.
   

Bapak Martono dan istri, Agnes Martono

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai Kepala Divisi Properti di PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

Karena ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang 'disulap' menjadi tempat ibadah (gereja, red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio kesalah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu. Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, "Saya sudah tahu." Itu saja.

Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, "Tapi sudahlah, Papah saja, tidak apa-apa. Pah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya."

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.

Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, "Pah, Rio mau pulang!"
"Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama," jawab Martono. "Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu Surga!" begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, 'bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib berkumandang, Rio menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, "Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja." Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.


Sepeninggal Rio

Setelah anak bungsunya, Rio, meninggal dunia, Agnes sering berdiam diri. Suatu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, "Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan." Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, "Mah, mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!" 

Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, "Kok Mamah ga (tidak) dikasih?." "Mamah kan nanti punya sendiri," jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, "Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalau Mama kangen, berdoa saja."

Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Suatu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, "Buka Al-Qur'an surat Yunus!" Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Al-Qur'an dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

"Mau Tuhan apa sih?!" protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap "Astaghfirullah." Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49:
...Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya)."

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, "Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!."

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

"Lho kok Mamah shalat," tanya Martono. "Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan," jawab Agnes lirih. Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.


Martono juga menjadi Muslim

Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, "Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!" ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, "Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam."

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam. Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah. [mualaf.com dll].


-----
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar! dan semoga banyak... Agnes lainnya, termasuk Agnes Monika yang masuk ke dalam Kerajaan Allah sesuai perintah dari Yesus.
 


NB: 'Pengalaman spiritual: bisikan halus, mimpi, perubahan taraf kehidupan dan sejenisnya' hanya sebagian kecil dari cara memperoleh kebenaran (Islam). Bahkan kita harus hati-hati dengan 'pengalaman spiritual' karena bisa jadi berujung pada kebathilan karena tipudaya bujuk rayu setan yang senantiasa mencari pengikut sampai akhir zaman.

Cara paling aman memperoleh kebenaran adalah dengan Belajar, dan Belajar!
Saya sangat yakin, siapapun yang mau mempelajari agama Islam secara sungguh-sungguh, melakukan studi perbandingan agama, membandingkan dengan semua 'agama' lain yang ada di muka bumi ini, maka akan terlahir kembali suci murni bebas dari dosa, menjadi Muslim. Insya Allah!

Josh Hasan, Ex-Yahudi, Amerika Serikat


Tulisan dari saudara Josh Hasan yang sangat lugas dan menarik tentang pencarian kebenaran, dimana ia menemukan Islam sebagai agama pilihannya.

Aku bisa saja tidak menjadi seorang Muslim. Aku bisa menjadi seorang Hindu, menyembah 14.321 dewa-dewi, seperti seorang dewi untuk anjing tetangga saya, satu lagi untuk bulan, dan satu lagi untuk Evander Holyfield yang kehilangan telinganya. Aku akan menyembah semua "tuhan" palsu ini, dan aku akan sakit... sakit di hati dan buta terhadap logika dengan mematuhi gajah merah muda berlengan enam, yang dapat ditemukan di berbagai dinding yang dipengaruhi-Hindu, restoran India! Ya, mereka menyembah gajah, yang biasanya takut dengan tikus.

Atau mungkin aku bisa menjadi seorang Kristen, menyembah Yesus Kristus. Tapi kenapa aku harus menyembah nabi, memang dia tidak pernah menyebut dirinya Tuhan? Tidakkah dia tahu? Dia tahu, dan begitu juga saya. Yesus bukan Tuhan dan Tuhan bukan Yesus.

Aku bisa pergi ke Buddhisme, tetapi sekte mana yang benar? Siapa yang tahu? Dan saya ingin mendengarkan Dalai Lama memberitahu saya bagaimana untuk menikmati hidup dalam kata-katanya, "taking three hookers and traveling to Las Vegas."

Coexist, but don't compromise your faith!
Aku tidak akan menjadi apapun seperti di atas, tidak akan. Aku berbalik ke arah Islam meskipun saya hampir tidak tahu tentangnya. Satu tahun kemudian, saya mengikrarkan kalimat syahadat. Saya bahkan berharap, saya melakukannya jauh lebih awal. Ini adalah cerita saya menjadi seorang Muslim. Ini dimulai ketika saya masih berusia 10 tahun.


Hanya Ada Satu Tuhan
Ketika saya berusia 10 tahun, orang tua saya mendaftarkan saya ke Sinagog Konservatif lokal, dikota penuh dengan Yahudi Brookline, Massachusetts. Saya dikirim ke sana untuk belajar bahasa Ibrani dan diajarkan Yudaisme. Saya cukup mendapat pelajaran dari para guru disana dengan baik. Sulit bagi saya untuk mengingat sekarang, tapi disana benar-benar diajarkan [reformasi] Yudaisme dengan sangat baik. Pada usia 10, saya sangat percaya pada Tuhan, membaca kisah-kisah dari Taurat dan Perjanjian Lama, dan lebih saleh daripada orang tua saya yang jauh lebih tua. Saya mencoba berdoa dan taat, meskipun keluarga saya dan teman-teman, seperti yang saya ingat, bahkan tidak menganggapnya sebagai hal yang paling penting. Mengapa mereka tidak peduli? Namun demikian, saya terus menjaga batin Yahudi saya. Sepanjang waktu itu, dalam Yudaisme, saya mencermati Kekristenan, bertanya-tanya bagaimana begitu banyak teman saya mengikuti orang besar ini, yang namanya begitu banyak digunakan orang secara sia-sia ketika mereka menjatuhkan kertas atau tersandung. Tidakkan semestinya Yesus Kristus, saya pikir, ditampilkan dengan cara lebih terhormat? Selain itu, bisakah ia menjadi anak Allah?

Lalu suatu hari, masih usia 10, saat aku melalui bacaan saya tentang orang-orang Yahudi dan Israel, saya menemukan sebuah agama baru. Pertama, saya melihat bulan sabit dan bintang, saya membaca lebih lanjut. Saya sangat tersentuh ketika saya menemukan bahwa satu miliar orang di dunia menyembah Tuhan yang sama seperti yang saya lakukan. Saat aku berpikir tentang hal itu sekarang, itu benar-benar luar biasa. Ini para pemeluk Islam, yang membaca Al Qur'an dari Allah SWT, seperti yang diejakan, dan berhaji. Menarik!

Sayangnya, untuk belajar lebih lanjut pada waktu itu terhalang oleh afinitas untuk Israel. Saya dicuci otak tentang teroris Muslim yang meledakkan orang Yahudi seperti dinamit. Orang-orang Yahudi yang baik, orang-orang Arab yang buruk. Itulah yang teman-teman saya katakan kepada saya, itulah yang guru saya sepertinya menyiratkan, dan aku menjadi jarang mendengar Islam lagi sampai 1999.

Sementara itu, awal tahun 1995, keluarga saya beralih sekte dan sinagog. Dari Yahudi konservatif, sekarang kami menyebut diri "Yahudi reformatif". Kami menjadi sangat liberal. "Rabi" kami tidak khoser. Dia yang saya anggap sebagai pemimpin spiritual, seorang pria yang memimpin orang-orang Yahudi sebagai pengikut Tuhan. Suatu malam, saat kami duduk di "jemaat," Rabbi kami mencoba untuk membuat kami tetap terjaga. Dia merujuk kesenangannya dalam melihat dan menginginkan "mahasiswi" Boston College, dari rumahnya yang ada didekatnya. Ia menghasut hanya untuk segelintir tawa. Hari ini, ketika aku melihat kembali, saya ingat bagaimana ia berbicara tentang sesuatu yang "haram" di depan istrinya menurut Taurat dan di hadapan Allah. Ketidakpuasan saya dengan Yudaisme tumbuh, dan aku tahu bahwa pindah agama ke sayap kanan tak terelakkan. Hanya itu tidak akan menjadi Yudaisme Ortodoks.


Penganut Lain dari Kitab
Saya terkesan pada waktu itu dengan spiritualitas orang Kristen karena tampaknya kuat. Yudaisme, aku tahu, adalah agama yang korup, tapi aku masih percaya pada Tuhan. Orang-orang Kristen percaya pada Tuhan, tidakkah mereka percaya?

Aku menghadiri misa, saya berbicara dengan para imam, tapi aku punya waktu yang paling sulit di dunia untuk percaya bahwa Yesus bisa menjadi Tuhan. Jadi aku memaksa diriku. Saya akan berdoa kepada "anak", dan kacau. Aku berusaha sangat keras, tapi aku tahu tidak ada jawaban. Aku tidak mengerti, tapi aku terus mempelajari Katekismus dan melakukan Doa Bapa Kami. Saya tidak dibaptis, jadi aku bukan Katolik. Bahkan, untuk menjadi Katolik, anda perlu belajar selama sembilan bulan. Bagaimana jika saya meninggal sebelum saya menjadi seorang Katolik karena para imam tidak akan membiarkan saya menjadi orang Kristen? Lalu apa? Saya terus melihat kelemahan dalam ajaran Kristen. Para imam tampaknya melihat hal-hal seperti ini, tetapi mereka terus berkhotbah.

Sekitar 26 Januari 1999, saya berhenti dari kelas konfirmasi. Aku berhenti dari Kekristenan, meskipun saya bahkan belum jadi Kristen. Aku tidak "diselamatkan," tapi aku tidak peduli. Saya sangat menyenangkan orang tua saya dengan meninggalkan Gereja Katolik. Tapi, saya masih tahu hanya ada Satu Tuhan. Sampai hari ini, saya terkejut melihat betapa cepat itu terjadi. Belum satu minggu setelah saya meninggalkan gereja untuk selamanya, aku sudah siap untuk belajar tentang agama Tuhan yang terakhir.


Penundaan yang Menghebohkan
Ayah saya sangat gembira dengan memudarnya minat belajar saya di Katolik dan dia menyambut saya dengan tangan terbuka. Sayangnya, ia membawaku ke perpustakaan. Di sana, saya disajikan dengan Encyclopedia Britannica. Saya membaca tentang Muhammad, semoga rahmat dan berkah Allah besertanya. Artikel tersebut mengklaim bahwa ia membantai semua orang Yahudi dari suku mereka. Setelah membaca ini, saya sangat sedih, dan saya marah dan bingung pada saat yang sama. Aku marah karena telah belajar bahwa nabi ini dari Islam telah membantai orang Yahudi, dan saya bingung tentang apa yang harus dilakukan sekarang. Saya pikir saya telah mengesampingkan Islam, tapi aku masih percaya pada Tuhan. Lalu apa? Memang, aku tidak bisa pergi lebih dari beberapa minggu sebelum kembali. Aku tahu Yudaisme korup, aku tahu Kristen itu korup. Sekarang aku mendapatkannya: Encyclopedia Britannica juga korup.

Jadi saya mulai mencari Masjid lokal. Bahkan, saya menemukan sebuah Masjid yang dekat secara tidak sengaja. Aku melihat di internet tanpa henti. Segera setelah saya melihat kata Boston, saya mengklik mouse, menunggu informasi yang akan membawa saya untuk menyembah Tuhan dengan cara yang benar. Aku menunggu, pasien dengan modem yang lambat dan tidak berperasaan, dan akhirnya, situs telah dimuat.

Pada ketukan tombol mouse, saya disambut dengan assalamu'alaikum. Aku mencatat alamat, dan merencanakan perjalanan. Jadi secara khusus saya telah menemukan sebuah masjid di Boston, saya sangat senang bahwa saya tidak harus melakukan perjalanan ke Mesir atau Yordania dan Yaman.

Saat itu sekitar 28 Februari 1999. Aku berjalan menyusuri Prospect Street, dan aku melihat Masjid. Aku berjalan ke depan, aku mencapai untuk membuka pintu, dan melihat sebuah tanda: Pintu Masuk Perempuan. Women’s Entrance! Aku tidak tahu apa artinya, jadi aku berjalan di sekitar masjid, berharap mereka akan membiarkan pria di suatu tempat. Tiba-tiba, aku merasa gugup karena saya menemukan pintu masuk pria. Saya belum pernah bertemu seorang Muslim religius, dan aku tidak tahu apa reaksi umat Islam saat bertemu saya. Aku bertanya-tanya apakah aku harus menyembunyikan identitas Yahudi saya. Aku menghela napas dan memasuki pintu.

"Permisi," kataku pada orang pertama yang kulihat. "Saya di sini untuk belajar tentang Islam." Saya menunggu reaksinya. Aku menunggu untuk pendidikan atau untuk diusir keluar. Apakah mereka benar-benar mengusir saya keluar? Aku melepaskan sepatu saya. Pria itu mengatakan: "Maaf, saya tidak bisa berbicara bahasa Inggris," dan ia masuk ke dalam ruang utama. Aku mengikutinya masuk. Saya sendiri tidak yakin apakah ia akan meninggalkan saya untuk mengembara. Aku melihat ke sekeliling, orang-orang beriman sujud tunduk pada Allah (SWT). Aku pindah, tapi aku tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kemudian, saya melihat orang kembali dengan apa yang tampak seperti sekelompok orang lain yang beriman. Aku duduk. Ada satu dari saya dan apa yang tampak seperti 50 dari mereka. Mereka semua berbicara kepada saya pada waktu yang sama. Itu luar biasa, rasanya hebat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya Islam bagi umat Islam dan juga disana saat itu. Aku diberi "A Brief Illustrated Guide to Islam," dan dalam beberapa menit, aku punya kalimat Syahadat sebelum mataku. Ada kalimat: La Ilaha Illa Allah, Muhammadun Rassoolu Allah. Aku sudah siap untuk mengatakannya. Di sini dan sekarang, sembilan bulan untuk menjadi seorang Katolik, mungkin lebih lama lagi untuk menjadi seorang Yahudi, tetapi dalam hitungan menit, aku bisa memeluk Islam.

"Apakah Anda yakin? Anda tidak perlu melakukan ini," datang nasihat dari seorang saudara yang ramah dan tampak hati-hati. Saya terkejut: itu seperti hal yang besar bahwa saya harus berpikir tentang hal ini? Haruskah aku tidak menjadi seorang Muslim sekarang?

Hari itu, saya tidak menjadi seorang Muslim. Tapi itu adalah hari Sabtu yang indah. Saya bertemu saudara dari seluruh dunia. Namun, meskipun beragam seperti yang tampak dari mereka, mereka semua berbagi tujuan yang sama, secara jelas: penyerahan sepenuhnya kepada Allah (SWT).

Ini akan menjadi lebih dari satu tahun sebelum saya menjadi seorang Muslim. Selama tahun itu, aku telah berada di lokasi yang diduga sebagai penembakan, di Bronx, melewatinya dengan mobil keluarga saya. Bahkan, peluru menghancurkan jendela belakang hanya beberapa meter dari kepala saya. Aku selamat tanpa goresan, dan segera lupa tentang seluruh peristiwa.

Pada tanggal 6 Mei 2000, saya dengan naik kereta yang sama yang selalu digunakan bila ke Masjid di Cambridge. Kali ini, saya membawa sebuah buku tentang bahasa Arab, karena saya pikir itu akan sesuai untuk belajar bahasa. Itu filosofi saya saat itu. Mempelajari Islam secara komprehensif. Pada saat Anda berikrar Shahadat, Anda akan menjadi jenius. Aku berlari menghampiri seorang Muslim yang aku tak melihatnya selama berbulan-bulan. Dia bertanya apakah aku telah menjadi seorang Muslim atau belum. Kemudian, kami melakukan percakapan singkat. Dia berbicara tentang bagaimana jika aku pergi keluar di jalan dan mendapat kecelakaan mobil, aku akan meninggal sebagai seorang non-Muslim. Hal ini sangat jelas bisa berarti neraka. Dia menceritakan kisah yang sebenarnya ini kembali pada bulan Desember 1999, dimana aku telah melupakannya, sampai dibangunkan kembali dengan penembakan di Bronx. Kali ini, menunda masuk Islam tidak akan bertahan.

Didalam masjid siang itu, saya duduk dan melihat banyak kaum Muslim berbaris untuk Dhuhur, shalat kedua dihari itu. Aku mengamati mereka bersujud, tindakan yang Setan menolaknya. Dan aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Aku bertanya-tanya apa aku akan menjadi seorang Muslim sekarang, dan semua pikiran saya ada pada satu sisi. Aku mengatakan kepada saudara tepat setelah shalat bahwa saya ingin menjadi seorang Muslim saat ini. Saat saya menulis ini, tiga bulan sesudahnya, saya tahu bahwa mengikrarkan persaksian Syahadat adalah hal terbaik yang pernah saya lakukan. Saya bahkan berharap bahwa saya bisa melakukannya lebih awal. [Josh Hasan, Ex-Jew, USA].

I Kadek Hendrawan: Al-Qur'an membuat Saya Berubah


Berikut ini penuturan dari saudara I Kadek Hendrawan, anak seorang Pemangku (sesepuh agama Hindu) di Bali, yang Alhamdulillah... mendapat hidayah dari Allah SWT, sehingga dirinya menemukan kebenaran, berada di atas jalan lurus, agama Islam.

------
Islam benar benar memberi ketenangan jiwa yang tidak pernah saya temukan sebelumnya. Islam juga mempunyai toleransi yang tidak pula saya temukan sebelumnya. Islam mempunyai toleransi yang besar terhadap sesama umat manusia dan rasa sosial yang tinggi, yang kadang kubanding-bandingkan dengan agama lain.

The Holy Qur'an (photo: Ummee, A Japanese Muslimah)
Sebelumnya, ruh Islam seakan jauh sekali dari hidup saya karena sejak usia kanak-kanak saya sangat akrab dengan lingkungan agama Hindu. Ini wajar, karena ayah saya termasuk seorang Pemangku (sesepuh agama Hindu). Sejak usia dini, saya sudah disibukkan dengan beragam aktivitas ritual. Antara lain sembahyang dengan berbagai sarana, seperti dupa, bunga-bungaan, serta air yang semuanya merupakan alat menuju kekhidmatan kepada Sang Penjaga Alam. Kebiasaan ini saya ikuti saja, hingga saya memasuki sekolah menengah atas (SMA) di Singaraja, Bali.

Bulan Juni 1997, saya pindah ke Jakarta guna meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan. Ayah sangat berharap saya menjadi orang yang berpendidikan tinggi. Segeralah saya dikirim ke Jakarta guna mewujudkan kemauan ayah.

Di Jakarta, saya sudah mulai kenal pergaulan kota metropolitan, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Pergaulan ini sangat jauh berbeda dengan di kampung halaman saya yang hampir semua berbasis Hindu dan Budha. Kebiasaan Fanatik beragama yang ditanamkan keluarga masih melekat kuat dalam keseharian saya di Jakarta. Saya masih sempat mencari pura, tempat untuk berdoa kepada Sang Hyang Widhi.

Karena saya sering bertemu pemeluk agama Islam, terlebih teman kuliah dan sekamar yang juga pemeluk agama Islam yang aktif dalam melaksanakan ibadah, maka saya merasa familiar dengan lingkungan Islam. Semua yang ada di sekeliling lingkungan baru saya itu didominasi nuansa dan sarana-sarana peribadahan umat Islam. Dan perilaku, ucapan, sampai dekorasi kamar juga diwarnai ornamen-omamen Islam. Pergaulan dengan teman yang muslim itu berlangsung sangat akrab dan rukun, meskipun kami berbeda akidah dan keyakinan.

Di kampus, saya diwajibkan mengambil mata kuliah dasar umum, yaitu mata kuliah yang terfokus pada materi agama Islam. Karena saya harus melengkapi SKS dan ujian negara, dengan berat hati saya harus mengambil dan mempelajari materi itu, meskipun harus berlawanan dengan keyakinan saya. Saya berusaha untuk memahaminya.


Mulai Berfikir
Menjelang tengah semester, saya sering bertukar pikiran bersama Totok--teman sekamar saya--terutama tentang materi kuliah agama. Saya sering menemukan kesulitan yang sama sekali tidak saya tahu jawabannya. Saya hanya tahu sebatas tentang hubungan baik umat beragama.

Berkat bimbingan Totok, walaupun dengan sedikit pertengkaran, saya semakin mengerti tentang Islam. Saya paham tentang tata cara orang Islam melakukan peribadatan kepada Tuhannya. Berawal dari teman yang setiap waktu melakukan shalat dengan gerakan-gerakan yang kesemuanya saya anggap lucu dan aneh, sekaligus saya sempat berpikir betapa kecilnya manusia di hadapan Tuhannya, sampai harus menundukkan kepala dan mencium tanah (sujud).

Setelah saya tanyakan, itulah yang disebut shalat. Umat Islam diwajibkan melaksanakannya lima kali dalam sehari semalam. Sedangkan agama Hindu, hanya dua kali dalam satu bulan, yaitu sembahyang nilem (awal bulan sampai pertengahan bulan) dan purname (ketika bulan purnama tanggal 15 sampai akhir bulan).

Tak jarang, dalam mempelajari materi kuliah, saya sering dihadapkan pada sebaris tulisan Arab yang sulit membacanya, karena saya memang belum pernah melihatnya. Beruntung, teman sekamar saya mau membantu membaca dan menerangkan apa maksud tulisan itu. Saya bisa mengerti sebatas membaca terjemahannya saja. Akhirnya, ujian tengah semester berhasil saya kuasai, khususnya materi agama Islam yang saya sendiri tidak melakukan ajaran itu.

Rasa ingin tahu tentang Islam semakin kuat setelah saya sering mendengar ayat Al-Qur'an yang dibaca teman saya sehabis melaksanakan shalat maghrib. Rasa penasaran tentang isi ayat itu berlarut setelah saya secara diam-diam membuka terjemahan Al-Qur'an milik teman saya yang diletakkan di dalam rak buku ketika dia sedang tidak di rumah.

Di situ saya temukan potongan kalimat yang isinya "(Kitab ini) tidak ada keraguan di dalamnya dan merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa." Belum selesai berpikir tentang kalimat itu, betapa kagetnya saya setelah teman saya itu masuk kamar secara tiba-tiba tanpa permisi.

Akhirnya, rasa penasaran itu saya bawa dalam lamunan tidur, meskipun saya belum berani mengutarakan pertanyaan tentang siapakah orang yang bertakwa itu. Rasa gelisah yang menyiksa batin saya itu membawa saya untuk lebih jauh mengetahui isi kandungan Al-Qur'an. Apa sebenarnya kandungan ayat-ayat itu yang diyakini oleh seluruh kaum muslimin sedunia.

Pagi harinya, saya keluarkan semua unek-unek yang mengganjal dalam benak saya tentang kebenaran Islam. Saya ungkapkan semua keresahan yang membuat saya tidak bisa tidur. Teman saya sangat terkejut menanggapi hasrat saya yang dalam untuk menemukan Islam. Akhirnya, saya mulai membandingkan dengan ajaran agama saya.

Dengan penjelasan yang cukup gamblang, ditambah pengetahuan yang saya dapatkan dari dosen, ternyata saya semakin meragukan keyakinan saya selama ini. Saya melihat banyak jalan buntu yang sering terjadi dalam agama Hindu, Islam mampu memberikan jalan yang arif sesuai kemampuan umat manusia.

Segera saya utarakan niat untuk memeluk Islam. Teman saya itu masih menanyakan, 'Apakah saya benar-benar siap menerima Islam sebagai agama saya?' Dibawanya saya pada salah seorang ketua rohani Islam di kampus. Dengan disaksikan semua anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK), saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Saya sekarang menjadi seorang muslim.

Rasa cinta terhadap Islam kini semakin terasa setelah saya banyak belajar tentang Islam melalui buku. Tak jarang di tengah jam kuliah, saya habiskan waktu untuk membaca buku-buku agama guna melengkapi pengetahuan saya tentang Islam. Kini, hanya satu harapan saya, semoga kelak orang tua saya di Bali, terbuka hatinya untuk menerima kebenaran Islam. Amin. [mualaf.com].

Kisah Muallaf Herman Halim (Lim Xiao Ming)


Herman Halim (Lim Xiao Ming) mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan setelah menjadi seorang Muslim. Inilah yang dirasakan Direktur Utama Bank Maspion setelah berada di atas jalan lurus agama Islam sejak tahun 2004 lalu. Banyak berkah yang didapat setelah hijrah dari keyakinan lama ke ajaran Islam.

Herman Halim (foto: STIE Perbanas)
Bagiku, Islam adalah Kesejukan
Arek Suroboyo asli kelahiran 1953 ini menyatakan, peralihannya menjadi seorang muslim bukan tanpa sebab. Ada satu contoh yang sangat nyata yang terjadi di depan matanya, yaitu perubahan sikap total dari putra bungsunya, Andrew, yang sejak kecil hidup dan tinggal di Australia.


"Kami berjauhan sejak lama. Dia di sana dengan kakak dan mamanya, sementara saya di sini. Namun, saya berkomunikasi intens dengan dia meski kami hanya melakukannya dengan ngobrol di telepon atau ketemu dua-tiga kali setahun kalau saya ke Australia," ujar bankir bersahaja ini mengawali ceritanya kepada SINDO. 

Dia mengaku, meski berjauhan dan jarang bertemu, hubungannya dengan keduanya tidak ubahnya seperti teman main bola yang baru saja memenangkan pertandingan. Selalu seru dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Dari curhat-curhatan yang demikian hangat, sebagai seorang ayah, Herman Halim mengetahui benar kondisi anaknya yang tinggal di Negeri Kanguru itu tidak baik. 

Andrew yang saat itu beranjak remaja mulai sering bercerita, dia sering melakukan hal yang buruk. Mulai dari tawuran sampai minum-minuman keras dilakoninya. "Saya sudah merasa khawatir juga dengan sikap anak saya yang masih berumur kurang dari 15 tahun, tapi sudah 'super nakal' seperti itu. Namun, saya juga bingung karena tidak punya pegangan. Apalagi, anak saya ini bukan tipe orang yang dibilangi jangan A terus tidak melakukan A. Dia harus mendapat jawaban yang pasti dan argumentasi yang kuat untuk bisa diyakinkan," ungkapnya. 

Karena kesupernakalan ini pula Herman sempat pesimistis dengan masa depan sang anak. Dari beberapa kali percakapan lewat telepon, Andrew menyatakan sudah tidak berminat meneruskan pendidikannya. Andrew tidak ingin masuk ke sekolah setingkat SMA, apalagi kuliah. Tujuan hidupnya juga tidak jelas. 

Beruntung, meski memiliki sikap keras, Andrew dan kakaknya adalah anak supel dan tidak mau hanya berkutat dengan teman-temannya sesama orang Indonesia di Australia. Karena mudah bergaul ini, Andrew mendapatkan banyak teman. Mulai dari anak-anak Australia tulen, sampai rekan-rekan perantau dari Singapura, Hong Kong, Malaysia, Eropa, bahkan dari negara-negara Timur Tengah seperti Iran, Irak, Lebanon, dan beberapa negara Islam lainnya. 

Herman menuturkan, saat bergaul dengan banyak teman ini, Andrew sering diajak beribadah di beberapa agama secara bergantian oleh kawan-kawannya. Kadang ke Gereja, hari lain dia ke tempat pemujaan agama lain. Sampai suatu hari pada 2000, Andrew menelepon sang ayah dan menyatakan akan memeluk agama Islam. 

"Saat itu saya terkejut juga waktu dia bilang, `Pa, aku mau memeluk Islam'. Karena perangainya yang harus yakin benar untuk bisa berbuat sesuatu, saya tidak bertanya banyak soal niatnya itu. Saya hanya nanya “apa you yakin mau jadi muslim? Dia jawab, yakin," ujarnya. 

Pertanyaan selanjutnya, tentu saja adalah alasan bungsu super nakalnya tersebut untuk memeluk agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu. Tak disangka, sang anak bisa memberikan jawaban yang rasional. "Dia bilang sudah baca kitab-kitab agama-agama lain. Menurut dia, semuanya bagus-bagus, tidak ada yang buruk. Namun, saat akan menyampaikan ke orang lain, dia bilang susah. Beda dengan ajaran Islam, kata dia, lebih mudah disampaikan," ungkapnya. 

Yang mengejutkan, setelah memeluk Islam, Andrew yang dulu begitu suka berkelahi dan membuat onar bisa berubah 180 derajat. Sikapnya sangat santun, lembut, dan alim. Takzim Andrew kepada ayahnya terasa kental setiap kali pertemuan atau saling sapa lewat telepon. Andrew bahkan mengungkapkan niatnya untuk terus sekolah hingga jenjang perguruan tinggi, yang saat ini sudah dibuktikan dengan kelulusannya sebagai sarjana Accounting dari University Murdoch Australia. 

Perubahan sikap sang putra membuat Herman Halim penasaran dengan ajaran Islam. Lalu ia mulai mencari berbagai referensi dan berdiskusi dengan putranya soal Islam. "Tadinya, bertahun-tahun keyakinan saya tidak jeas. Kadang jadi seorang pemeluk Budha, kadang jadi Nasrani, kadang Hindu. Kemudian saya belajar soal Islam dan menemukan kesejukan di sana," ujarnya. 

Pada 2004, Halim resmi menjadi seorang muslim. Saat itu keluarga dan kerabatnya terkaget-kaget. Dalam ingatannya, pada tahun-tahun pertama menjadi muallaf, berkali-kali ia mendapat kecaman dan kritik dari kawan-kawannya yang non-muslim. Ia juga berulang-ulang ditarik untuk kembali ke ajaran-ajaran yang sebelumnya ia peluk. 

Apalagi, saat itu kondisi umat Islam menurutnya sedang berada di titik nadir, yaitu benar-benar terpojok oleh situasi keamanan global dari maraknya terorisme seperti pada peristiwa 11 September di New York dan rangkaian ledakan bom di Bali. "Karena itu, banyak kerabat yang khawatir dengan keislaman saya. Ada yang khawatir saya dicekal kalau mau ke Amerika atau dari sini sudah tidak diberi paspor sehingga tidak bisa bepergian ke luar negeri, sementara pekerjaan saya membutuhkan itu," ucapnya merunut cerita. 

Ia tetap yakin memeluk agama Islam. Sebab, dari beberapa pengalaman, ada keajaiban setelah ia menjadi muslim. Salah satunya saat grup usaha Maspion didera persoalan pada 2005. Bank Maspion yang sebenarnya tidak memiliki sangkut paut, mau tidak mau ikut merasakan kegelisahan. "Waktu itu dengan keyakinan kalau memang kami tidak bermasalah pasti akan datang pertolongan dari Allah dan kondisi akan kembali normal. Terbukti, bank terhindar dari masalah. Herannya, waktu itu saya bisa mendapat dukungan dari semua pihak dan saya kok ya bisa mempersatukan pandangan karyawan saya yang saat itu juga panik," ungkapnya lagi. 

Belum berhenti di sini. Setelah memeluk Islam, Herman juga menemukan berkah yang luar biasa. Ini dirasakannya dua tahun pasca memeluk Islam, yaitu bertemu dengan wanita cantik yang kemudian di persuntingnya pada 2006. "Karena sudah merasakan tidak enak jadi duda, saat bertemu wanita yang cocok, langsung saya pinang. Wanita ini 24 tahun lebih muda dari saya, tapi baik hati dan sangat sabar kepada saya. Dan yang membuat saya lebih percaya kebesaran Allah adalah kesediaan dia untuk beralih dari agamanya yang dulu dan menjadi seorang muslimah. Saya benar-benar mendapatkan kebahagiaan atas izin Allah," ungkap Wakil Ketua II Yayasan Masjid Cheng Hoo Surabaya ini. 

Satu lagi yang membuat Herman Halim semakin mantap memeluk Islam, yaitu adanya kesetaraan dalam melihat derajat manusia. "Ini paling terasa kalau masuk masjid. Rasanya sejuk karena kita yang beda profesi, beda rezeki, bisa sejajar. Yang bos, tukang becak, bakul dawet, posisinya sama, terutama saat mengerjakan salat," tuturnya. 

Karena itulah, pada Ramadhan tahun keempatnya kali ini ia benar-benar berusaha berpuasa satu bulan penuh, mengulangi rekornya pada Ramadhan tahun lalu. Ia mengaku, di tahun pertama dan keduanya menjadi mualaf, puasa adalah hal yang paling berat. "Jadi, waktu itu masih bolong-bolong, kalau sekarang insya Allah penuh," ucapnya sungguh-sungguh. [PITIJatim/ Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Jawa Timur].

NB: Ketua PITI Jawa Timur saat ini adalah Edwin Suryalaksana (direktur Tjiwi Kimia Tbk)

Pertama Sinagog, kemudian Gereja, Sekarang Masjid!


Masya Allah! Pertama Sinagog, kemudian Gereja dan sekarang properti di 7401 Limekiln Pike menjadi Masjid. 

Sungguh urutan yang sangat sesuai dengan periode masa berlakunya dari tiga Abrahamic Faiths, yaitu Yahudi, kemudian Kristen, dan penyempurna kedua agama itu yakni agama Islam. 

Dan maaf, agama lain diluar Islam menjadi tidak berlaku lagi setelah sampainya dakwah agama Islam (baik langsung atau tidak langsung, misal melalui media) pada diri seseorang (berdasar hadits riwayat Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/387 dll.).

-----
Kompleks Gereja Tuhan West Oak Lane di Northwest Philadelphia memiliki pemilik baru. Masjidullah Inc. (diucapkan Mass-jid-Allah) membeli gedung gereja dan berikut perkantoran sebesar 1 juta dollar, bulan kemarin (Rabu, 15 Mei 2013).

"Kita semua shock kami mampu melakukannya," kata Nafeesa Malik, asisten bendahara Masjidullah dan direktur Sekolah Minggu. "Aku merasa ini sangat menarik. Ini benar-benar terjadi dalam semalam."

Imam Muhammad Abdul-Aleem (kiri) dan Imam Mikal Shabazz
di kompleks Masjidullah baru di 7401 Limekiln Pike
 

Populasi Muslim terus tumbuh di seluruh wilayah Philadelphia dan Masjid baru akan menjadi pusat terbesar di kawasan ini bagi umat Islam untuk berkumpul.

Menurut Temple University's Khalid Blackinship, ada sekitar 30.000 Muslim dan 50 masjid di Philadelphia. Blackinship mengatakan angka-angka ini menjadi dua kali lipat ketika mempertimbangkan penduduk pinggiran kota.


"Lebih dari lima puluh tahun yang lalu tidak ada orang Islam di Philly. Pembelian bangunan adalah langkah besar dan itu akan menjadi bangunan showcase," kata Blackinship.


Bangunan di sudut Limekiln Pike dan Washington Avenue telah menjadi tempat ibadah bagi masyarakat sekitar selama beberapa dekade.

Struktur 1947 adalah rumah pertama Temple Sinai, yang pada tahun 1970 pindah ke Dresher di Montgomery County, Pa. Bangunan ini kemudian diubah menjadi sebuah gereja Kristen dan sekarang menjadi rumah bagi masjid, sekolah dan pusat masyarakat.

Rabbi Adam Wohlberg dari Temple Sinai belum melihat bagian dalam bekas kuil yang segera menjadi menjadi masjid, tapi sering mendorongnya.


"Orang-orang yang menginvestasikan waktu dan energi di gedung memikirkan hal ini dengan suka cita," kata Wohlberg. "Saya senang itu akan ditempati oleh komunitas agama lain."


Bekas kuil ini adalah pusat dari lingkungan dan orang-orang yang menghadiri sinagoga biasanya tinggal tepat di lingkungan. Keluarga Yahudi pindah ke daerah setelah Perang Dunia II, menurut Koleksi Arsip Yahudi Philadelphia. Lingkungan terus melihat perubahan selama bertahun-tahun. Orang-orang pindah ke pinggiran kota seperti halnya kuil, menurut Wohlberg. Saat ini, West Oak Lane neighorhood sebagian besar African American.

Pada 1970-an, komunitas Gereja Tuhan West Oak Lane pindah dan tetap aktif sampai penjualan gedung bulan lalu. Gereja tumbuh keluar bangunan, menurut Linda Sheppard, istri pendeta. Sejak penjualan, komunitas Gereja Tuhan West Oak Lane telah memindahkan layanan gereja mereka dengan menyewa ruangan di Kampus New Covenant di Germantown.

Pemukim Imam Shabazz Mikal mengatakan bahwa anggota dari dewan pengawas gereja non-denominasi mengatakan selama di pemukiman, "Ketika saya melihat ke seberang ruangan dan melihat siapa yang membeli gedung, aku senang itu ada di tangan Anda."

"Kami berharap baik dengan masjid ini," kata Sheppard.


Pemimpin Masjidullah duduk mengelilingi meja Juli lalu dan mendiskusikan bagaimana mereka akan datang dengan uang untuk membeli sebuah masjid baru untuk memperluas jangkauan mereka. Masyarakat telah ada di lokasi mereka saat ini, sebuah toko di sudut 77 dan Ogontz Avenue, selama 30 tahun terakhir. Pembelian $1 juta dibiayai melalui United Bank, dengan $432.477 dari sumbangan yang dikumpulkan kurang dari satu tahun dan masih dibutuhkan dana sebesar $300.00 untuk renovasi.

"Visi kami adalah yang pertama adalah untuk menyediakan pusat kelas untuk pendidikan dan layanan masyarakat yang penting, yang akan mengangkat dan meramaikan semua Philadelphia," kata Shabazz, seorang pensiunan Angkatan Darat. 

"Jelas doa adalah penting, dan ruang doa kita akan cukup besar untuk menampung umat Islam dari seluruh kota." 


Masjidullah mengharapkan untuk membuka tempat penitipan anak, Sekolah Minggu dan program sekolah setelah musim gugur ini. Kemudian, akan membuka sekolah Islam secara penuh, menyambut baik Muslim dan non-Muslim, di tahun 2014. Renovasi bangunan seluas 25.000 kaki persegi telah dimulai.


Pemilik Pike's Seafood, Lisa DiLeonardo melihat ke depan untuk tetangga barunya di seberang jalan, "Saya menyambut mereka," katanya.

Komite perencanaan Masjidullah yang dipelopori oleh Michael Rashid, presiden dan chief operating officer dari AmeriHeatlh Caritas, yang sebelumnya dikenal sebagai Perusahaan AmeriHealth Mercy Family, dan pemimpin nasional di Medicaid managed care,
 

"Saya telah diberkati untuk menjadi CEO sebuah perusahaan besar di Philadelphia. Kami harus melangkah sebagai orang-orang bisnis," kata Rashid. "Saya terinspirasi oleh upaya Muslim dan non-Muslim yang bekerja untuk kebaikan umum untuk solusi dari berbagai masalah masyarakat."

Mantan komisaris polisi Sylvester Johnson, anggota Dewan Curtis Jones Jr dan Perwakilan Negara Ronald Waters adalah diantara anggota Masjidullah. Masyarakat memiliki 200 keluarga pada saat ini, tetapi mengharapkan untuk dua atau bahkan empat kali lipat jumlah itu di tahun mendatang. Fasilitas baru ini akan menjadi salah satu lembaga Islam terbesar di kota.

Ruangan shalat dapat menampung 1.500 orang. Bangunan itu memiliki 14 ruang kelas, ruang perjamuan, taman bermain, pusat kebugaran dan gedung kantor yang terpisah dengan ruang yang tersedia untuk disewakan.


"Fasilitas ini akan memungkinkan kita untuk mendidik anak-anak kita secara nyaman, dengan program pendidikan berbasis Islami," kata Rashid.

"Fasilitas baru ini akan memungkinkan Masjidullah untuk melayani sebagai masjid kota-besar atau 'masjid agung' yang bekerja untuk kesatuan komunitas Muslim, dan menjadi kekuatan pemersatu dalam membangun aliansi dengan agama lain dan kelompok masyarakat."

Imam Muhamad Abdul Aleem, menekankan poin penting dari Masjidullah, "sejarah panjang dialog antar agama" sebagai perlengkapan untuk kesuksesan masyarakat sejak pembentukannya pada tahun 1970. 

Wohlberg ingin mengembangkan hubungan antara Gereja Tuhan West Oak Lane dan masyarakat Masjidullah, menyatukan ketiga jemaat yang pernah menduduki gedung yang sama pada Limekiln Pike.


"Saya ingin berdialog, beribadah bersama dan menunjukkan apresiasi bagi masyarakat yang lebih besar kita semua adalah bagian darinya," kata Wohlberg. [L|M|N].

Wajah Teroris Wirathu 'Hitler' Burma: Time Magazine cover


Ini adalah wajah si botak, Wirathu, teroris nomor satu di Burma. Ia dianggap bahkan dipercaya sebagai seorang Pendeta Buddha. Si botak inilah yang mengepalai, memicu  pembunuhan massal ribuan warga sipil tak berdosa di Burma.

Satu-satunya 'dosa' dari ribuan warga sipil yang di bunuh adalah hanya karena mereka adalah Muslim.


Time Magazine: When Buddhists Go Bad

Si botak ini secara terbuka menyatakan penting bagi pengikutnya untuk 'membersihkan' penduduk Burma Muslim.

Ia sendiri punya kaki tangan sekitar 60 biksu di Biara Maesoenyin dan memiliki pengaruh atas 2500 orang pengikut, dan suaranya pun didengar oleh pemerintah Burma. 

Tidak mengagetkan bila terbit 'peraturan' berupa larangan untuk memiliki anak lebih dari dua khusus bagi Muslim, dan yang terbaru akan menyusul yaitu berupa larangan perkawinan campur antara Buddhis dengan Muslim.

Larangan tersebut sebenarnya sebagai kelanjutan bagi pembersihan warga sipil Muslim, setelah berbagai larangan lainnya melalui kampanye stiker Dajjal 969 Buddha yang melarang melakukan bisnis apapun dengan komunitas Muslim. 

Jurnalis Amerika Yahudi, David Aaronovitch, menganggap Wirathu sebagai Hitler Buddha dari Burma.
 
Nazi Monk Wirathu (foto: ‏Nay San Lwin)

Gereja Bethany Butuh Juru Selamat!


Mengikuti perkembangan terkini, ternyata gereja Bethany tidak hanya sebatas dilanda prahara seperti tulisan di sini, tetapi benar-benar sudah memasuki level membutuhkan Juru Selamat Supaya Tidak Bubar.


"Pencurahan Roh Kudus" dari Pdt Alex ke Pdt Aswin

Bayangkan saja bila prahara yang melanda gereja Bethany telah melahirkan berbagai artikel dengan judul antara lain sebagai berikut:

Pendeta Yusak Hadisiswantoro adalah suami Pendeta Hanna Asti Tanuseputra, anak pertama Pendeta Abraham Alex Tanuseputra - Yenny Oentario. Adapun Pendeta David Aswin Tanuseputra adalah anak kedua Pendeta Abraham Alex Tanuseputra. 

Saat ini Pdt David Aswin menjadi Ketua Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany Indonesia, atas penunjukkan sekaligus menggantikan Pdt Abraham Alex alias bapaknya, yang menuai kontroversi. Apalagi Pdt David Aswin sendiri Tak Pernah Sekolah Teologi, Drop-out dari Untag (Univeritas 17 Agustus).
 

Science, Technology and Islam


During the darkest of Christian centuries - the 9th and 10th - a confident, expansive Islamic empire preserved and extended much of classical knowledge. 'Enlightened' caliphs patronized art and science and encouraged the translation of classical literature. For the most part Muslim intellectuals were free to explore wide horizons and made inventions and discoveries unimagined in Christendom. Without the contribution of the Islamic world there would have been no European Renaissance; without Islamic science and technology the New World would not have been discovered.

Chemistry, Mineralogy, Gemology
In the 8th century Iranian Jabir ibn-Hayyan of Kufa (c 721-815) ('Geber' in Europe) transformed alchemy from an occultist art into a scientific discipline – thus earning his reputation as the 'father of chemistry'.

Jabir ibn Hayyan
Jabir was active both at the royal court in Baghdad and at his laboratory in Damascus. He wrote over a hundred treatises (notably, 'Summa Perfectionis') describing distillation, crystallization, calcination, sublimation and evaporation. He also wrote works on medicine and astronomy.

Among his many achievements was the distillation of vinegar into acetic acid, followed by nitric, hydrochloric, citric and tartaric acids. He went on to combine hydrochloric and nitric acid to produce aqua regia - a highly corrosive acid used to extract and purify gold (a much-valued skill). His insights led to improvements in rust prevention, tanning, water-proofing, and the manufacture of steel and glass.

Jabir's pioneering methods in the study of chemical reactions anticipating by almost a thousand years the principles of quantitative chemistry and the law of constant proportions. His work provided the standard texts for European alchemists for centuries.

As early as the 10th century, Muslim physicians and surgeons were applying purified alcohol to wounds as an antiseptic agent. Five hundred years after Jabir's death, the Spanish alchemist Arnau de Villanova used his distillation process to produce brandy and whisky. In 1310 sulphuric acid followed.

The Arabs went on to identify a new class of chemicals derived initially from ashes - the alkalis - and from wine and aluminium sulphate from the Sahara, Arab chemists produced alum, used to render dyes more brilliant.

Continue: The Arab legacy; Medicine, Pharmacology, Botany; History; Architecture - Garden Cities; Mechanics, & Law >>> to source article: Seeding the Renaissance