Yvonne Ridley - bicara

Yvonne Ridley: tentang Khilafah, Syariah & Jihad


Yvonne Ridley, wartawati-feminis Inggris, yang menjadi mualaf setelah ditawan Taliban, dan kini menjadi pembela Islam di Inggris. Berikut ini adalah ceramah Yvonne Ridley beberapa tahun lalu di Global Peace & Unity Conference, London, tepatnya pada tanggal 30 November 2006. Mudah-mudahan bisa jadi informasi bagi saudara-saudara yang belum mengetahui sebelumnya.

Awalnya saya ingin mempersembahkan pidato saya di Global Peace and Unity Conference ini kepada Imam Anwar Al-Awlaki-seorang ulama terkemuka dan dihormati di komunitas Muslim berbahasa Inggris – yang ditahan di Yaman dua bulan yang lalu. Namun, saya juga harus berterima kasih kepada saudara Fahad Ansari dari Islamic Human Rights Commussion, penulis artikel “God Save The Deen”, yang menginspirasi saya menulis ceramah ini. Sebagian besar isi ceramah ini terinspirasi oleh tulisannya itu.

Keislaman saya masih amat belia, karena saya baru menjadi muslimah pada 2003 – dan meskipun masih banyak yang harus saya pelajari, saya dapat merasakan frustasi yang dirasakan umat muslim pada saat ini. Saya tahu serangan 11 September berdampak luar biasa besar pada dunia, tapi itu bukan suatu awal … itu adalah kelanjutan dari warisan imperalisme AS dan ketakutannya terhadap Islam.

Sekitar 10 tahun yang lalu, para pemuda Muslim dari berbagai belahan dunia membanjiri Bosnia untuk membantu saudara-saudara mereka yang berjuang mempertahankan diri menghadapi Serbia yang melancarkan genosida, sementara dunia hanya berdiam diri menontonnya. Jihad menyatukan Muslim dari segala kebangsaan, status, dan kultur. Semua disatukan, bahkan mereka yang tidak bisa berangkat untuk berperang berusaha mengulurkan bantuan dalam berbagai bentuk lain seperti penggalangan dana, penyelenggaraan acara penyadaran masyarakat, dan demonstrasi.

Hasilnya, umat Muslim berhasil mematahkan usaha genosida. Dunia barat baru melakukan intervensi setelah tampak jelas bahwa Muslim Bosnia akan meraih kemenangan. Mereka tidak bisa menerima berdirinya sebuah negara Islam di jantung Eropa, sehingga mereka pun mengintervensi. Ini bukan semata-mata kesimpulan saya, tapi mantan Presiden Bill Clinton pun mengakuinya dalam autobiografinya.

Ketakutan terhadap Islam telah berkembang selama 10 tahun belakangan, sehingga darah saudara-saudara kami kini mengalir bagaikan sungai-sungai yang melintasi Chechnya, Kashmir, Palestina, Afganistan, Irak, dan baru-baru ini kita semua menyaksikan apa yang terjadi di Lebanon. Saya pernah mendatangi banyak dari ladang-ladang pembantaian ini dan izinkan saya mengatakan kepada Anda bahwa tubuh-tubuh rusak, meledak, berkeping-keping dari saudara-saudara Muslim kami sama persis dengan tubuh-tubuh yang tersebar pada hari ini sangat jelas: darah Muslim adalah komoditas murah.

Sementara itu, puluhan ribu Muslim tak bersalah masih disiksa di tempat-tempat terpencil seperti Teluk Guantanamo, Bandara Bagram di Afganistan, Abu Gharib, Diego Garcia, dan penjara-penjara rahasia di berbagai penjuru dunia.

Sementara itu, di penjara-penjara bawah tanah di Suriah, Yordania, Maroko, Tunisia, Algeria, Mesir … saudara-saudara kami disiksa atas prakarsa dan tuntutan pemerintah AS. Dan saya yakin pemerintah Inggris pun terlibat dalam hal ini … Para pejabat intelejen Inggris tidak lama lagi akan dipermalukan karena keterlibatan mereka.

Bahkan sampai sekarang, masih ada 9 warga negara Inggris yang ditahan di Guantanamo – orang-orang Amerika tidak menginginkan mereka, tapi pemerintah Inggris juga tidak mau menerima mereka. Meskipun Departemen Luar Negeri memberikan berbagai dalih, sebenarnya mereka hanya perlu menelepon untuk meminta pembebasan saudara kami itu. Dan jangan pikir hanya laki-laki yang disekap dan disiksa – Moazzam bisa mendengar jeritan seorang perempuan di sel penyiksaan di Afganistan tempat dia ditahan oleh Amerika.

Temuilah Moazzam Begg di stan Cage Prisoners hari ini dan tanyakan kepadanya, apa yang bisa Anda lakukan untuk membantu. Karena kita bisa membantu. Hampir tak ada tahanan yang dibebaskan berkat proses pengadilan, hanya melalui tekanan politik … yaitu ketika pemerintah turut campur tangan.

Anda yang hadir hari ini bisa membuat perubahan. Jangan hanya duduk di sini dan memendam kegeraman – beraksilah. Tekanlah para politisi Anda dan ingatkan mereka bahwa Anda adalah tuan-tuan mereka.

Dalam surah Al-Áshr, Allah menyatakan bahwa seluruh umat manusia, termasuk Muslim, berada dalam kerugian; kecuali mereka yang BERIMAN, MELAKUKAN AMAL KEBAIKAN, dan SALING MENGINGATKAN TENTANG KEBENARAN DAN KESABARAN. Hanya dengan memenuhi 4 kriteria ini, kita akan dapat berjumpa dengan Tuhan. Namun, jika kita membenamkan kepala kita di pasir dan berpura-pura tidak ada penindasan di dunia, dan penderitaan saudara-saudara kita itu tak berarti apa pun bagi kita, maka mungkin kita tidak akan bisa berjumpa dengan-Nya.

Bahkan Ken McDonald, jaksa di Inggris, merasa jijik dengan tindakan-tindakan pemerintah – ia menyerang dengan sengit apa yang disebut “pengadilan-pengadilan rahasia“.
Pengadilan-pengadilan itu mengadili tersangka terorisme yang tidak diizinkan melihat bukti-bukti yang memberatkan mereka. Itu sungguh suatu penghinaan terhadap keadilan.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Islam Channel News, dia berkomentar: “Kita harus menegaskan bahwa prinsip-prinsip ini tidak bisa ditawar-tawar. Dalam tekanan politik apa pun, dalam iklim apa pun, prinsip-prinsip ini adalah hakikat dari keadilan: persidangan yang terbuka dan dilakukan di hadapan pengadilan yang independen dan netral.

“Kita tidak menginginkan pengadilan-pengadilan rahasia, kita tidak menginginkan hakim yang dipilih secara rahasia, kita tidak menginginkan keadilan rahasia. Pengadilan yang berimbang; fairness di antara penuntut dan pembela tidak bisa ditawar-tawar; hak mendapat keterangan lengkap tentang kasus yang dituduhkan Negara terhadap Anda tidak bisa ditawar-tawar.

“Pembela berhak mengetahui tuduhan yang dihadapinya, dan mereka berhak mendapatkan bahan-bahan yang dimiliki Negara, termasuk yang merugikan tuduhan Negara atau menguntungkan tertuduh. Hak naik banding tidak bisa ditawar-tawar.

”Dan asas praduga tak bersalah, standar pembuktian kejahatan – yang melampaui keraguan-keraguan yang masuk akal – dengan tanggung jawab pembuktian terletak di pundak Negara, tak satu pun dari prinsip-prinsip ini bisa ditawar-tawar.”

Dan tentu saja ia benar – tapi Tony Blair berkata bahwa Muslim harus berhenti memiliki mentalitas korban. Namun, kalau kepala kejaksaan saja mengeluh, tentu kami punya alasan kuat.

Coba bayangkan, apa tanggapan anak-anak muda Muslim atas semua ini? Mereka membaca kisah-kisah kepahlawanan Saladin Al-Ayyubi, Khalid bin Walid, Tariq bin Ziad, dan menyimak kisah-kisah keberanian dan keperwiraan Nabi Muhammad SAW, yang amat kami cintai. Tahukah Anda, 5 tahun lalu, saya sama sekali tidak tahu siapa Nabi SAW. itu. Namun, sekarang saya bersedia mengorbankan tetes darah terakhir saya untuk membela nama, kehormatan dan kenangan tentang beliau. Bahkan setelah wafat, beliau menunjukkan dirinya mampu menyatukan Ummah dalam protes terhadap karikatur jahat dari Denmark itu.

Pahlawan-pahlawan modern kami mencakup Malcolm X dan Sayid Qutb, yang tulisan keduanya membantu saya mendefinisikan diri sebagai Muslim.

Mereka menjadi semacam role model yang diikuti anak-anak muda kami. Namun, mereka malah menerima informasi-informasi yang simpang siur dan membingungkan. Blair mencoba melarang Milestones (buku karangan Sayid Qutb) – ia diberi tahu bahwa Usamah bin Ladin membaca buku itu … Well, Usamah juga membaca Shakespeare. Apakah kita juga harus melarang Tweifth Nightm Hamlet, dan karya-karya klasiknya yang lain? Satu menit, anak-anak muda kami diberi tahu untuk hanya takut kepada Allah SWT, tapi menit berikutnya, mereka diberi tahu untuk “melunakkan“ Islam mereka dan menunjukkan kepala dengan patuh.

Sejak peristiwa 11 September, diluncurkan kampanye gencar untuk mengubah Islam menjadi sesuatu yang lebih sesuai dengan menyuarakan Barat. Tujuannya adalah menciptakan sebuah Islam yang sekuler dan kultural yang rukun dengan dunia karena ia tunduk kepada penindas-penindasnya, bukannya kepada Allah; sebuah Islam tanpa jihad, syariah dan khilafah – hal-hal yang diperintahkan Allah kepada kami untuk menjalankannya, demi tegaknya din Allah di muka Bumi.

Dan upaya-upaya ini tampak di mana pun saya mengarahkan pandangan. Hijab direnggut dari kepala saudari-saudari kami di Tunisia, Prancis, dan Turki. Saudari-saudari kami di Belanda dan Jerman juga menjadi sasaran. Dan di Inggris, ada Jack Straw, mantan Menteri Luar Negeri Inggris uang mempermasalahkan Jilbab – dia mungkin tidak suka nikab, tapi saya berharap ia memakainya, ditambah sebuah berangus yang besar. Saya tidak membutuhkan laki-laki kulit putih setengah baya untuk memberi tahu saya atau saudari-saudari saya bagaimana kami harus berpakaian. Nikab, seperti jilbab, menjadi simbol penolakan terhadap gaya hidup Barat yang negatif seperti penggunaan obat-obatan terlarang, mabuk-mabukkan, dan seks bebas. Sikap tersebut adalah pernyataan kepada Barat bahwa kami tidak mau menjadi seperti dirimu.

Muslim yang memilih menjadi lebih kebarat-baratan ketimbang orang Barat sendiri membuat saya tertawa – tidak sadarkah mereka bahwa tampak konyol di mata dunia? Mereka bersembunyi di balik deskripsi-deskripsi semacam moderat – lagi-lagi, pesan apakah yang ingin disampaikan kepada anak-anak muda kami? Jika kita meminta mereka untuk menjadi moderat, tidakkah itu menyiratkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan Islam yang perlu dilunakkan, dijinakkan?

Apa itu moderat dan apa itu ekstremis? Saya tidak tahu. Saya hanya seorang Muslim. Saya tidak mengikuti ulama atau aliran mana pun … saya hanya mengikuti Nabi SAW. dan Sunnahnya. Apakah itu membuat saya menjadi seorang ekstremis? Saya tidak yakin Tony Blair memahami dirinya sendiri – saya menulis surat kepadanya tiga bulan yang lalu dan sampai sekarang saya masih menunggu balasannya. Menjadi Muslim itu agak mirip dengan mengandung. Pernakah mendengar ada orang yang mengandung dengan moderat?
Islam telah diserang selama 1.400 tahun dan kami sekarang sudah belajar untuk hanya bergantung kepada Allah. 

Namun, masih ada Muslim yang mencium tangan yang menampar mereka. Saya khawatir bahwa kita tak lagi bisa mempercayai seseorang hanya karena mengenakan busana islami. Ada pemimpin-pemimpin Muslim yang mengklaim bahwa mereka membimbing dan melindungi kami, tapi tidak semuanya memikirkan kepentingan kami. Generasi muda kami harus sangat hati-hati sejak peristiwa 11 September dan bom London 7 Juli. Kami harus memberi tahu generasi muda kami bahwa apa yang terjadi di Palestina, Kashmir, Chechnya, Irak dan Afganistan adalah perlawanan yang dibenarkan terhadap pendudukan militer yang brutal, sedangkan kejahatan-kejahatan seperti 11 September dan bom London adalah terorisme. Menyamakan keduanya berarti mengkhianati saudara-saudara kami yang tak punya pilihan selain melawan atau terhapus dari muka planet ini.

Hamba-hamba baru Dunia Barat menghujat partai-partai Islam dan pemerintah-pemerintah yang menerapkan syari’ah. Saya menyebut mereka “Penggembira“. Mereka diterbangkan pemerintah dari AS, Kanada, Yaman, dan Mauritania untuk menyebarkan Islam yang jinak. Hasil akhirnya adalah penjinakan din Allah, sebuah Islam yang lemah dan pasif, mau menerima status quo yang menindas dan menghinakan Muslim; sebuah Islam yang mendorong Muslim mengutuk aksi saudara-saudara mereka yang dengan gagah berani melawan pendudukan dan penindasan dengan segala yang mereka punya. Bahkan mendoakan mereka pun sekarang menjadi kejahatan – berapa lama lagi sebelum kami diberi tahu untuk tidak mendoakan mujahidin?

Salah satu panglima perang terbesar yang pernah dikenal dunia, Saladin Al-Ayyubi, pembebas Al-Quds, pernah ditanya mengapa dia tak pernah tersenyum. Dia menjawab, bagaimana mungkin dia tersenyum padahal dia tahu Masjid Al-Aqsa masih diduduki? Saya bayangkan bagaimana tanggapannya terhadap situasi dunia sekarang? Saat ini para pemimpin Arab menari perut tanpa malu di hadapan Amerika sambil menyerahkan Irak di atas sebuah piring. Pemimpin-pemimpin Arab itu berpaling sementara Palestina yang jelita tak henti-hentinya diperkosa dan “putri jelita” Arab lainnya, Lebanon … kemanakah dunia Arab ketika ia diserang dengan amat brutal?

Dan genderang perang kembali ditabuh. Bukan hanya seluruh dunia menyaksikan, melainkan anak-anak kami, generasi muda kami, masa depan kami. Kita harus mendidik dan menginspirasi mereka dengan kisah-kisah Nabi dan para Sahabat. Selama Ummah memunculkan tokoh-tokoh seperti Khalid bin Walid, Saladin Al-Ayyubi, Sayid Qutb, dan Malcolm X, kami tidak akan kalah. Semakin kami ditindas oleh para tiran, semakin sengit kami melawan. Inilah sifat Islam.

Dan inilah Islam yang perlu diikuti anak-anak muda kami, dengan bimbingan dan ispirasi. Kami harus mengganti pemimpin-pemimpin yang mengebiri diri mereka sendiri dalam upaya menyedihkan untuk menjadi lebih Barat ketimbang bangsa Barat sendiri. Banyak anak muda Muslim sekarang menyadari bahwa tak peduli seberapa keras mereka mengompromikan din mereka untuk melebur ke dalam masyarakat yang lebih luas, ketika keadaan menjadi runyam, mereka akan diperlakukan dengan penuh kecurigaan. Semakin kami disuruh melupakan syari’ah, khilafah dan jihad, semakin Muslim akan membayar dengan darah untuk menegakkan nilai-nilai itu. Jihad yang kita saksikan di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, dan Chechnya adalah sesuatu yang baru mulai, sebuah perang yang dibenarkan melawan kezaliman dan tirani.

Aksi para jihadis sama sekali tidak menimbulkan ancaman terhadap Barat atau gaya hidup orang Barat. Perlawanan mereka bukan hanya dibenarkan tetapi bahkan didukung oleh hukum international. Ekstremis religius yang sungguh-sungguh menimbulkan ancaman terbesar meradikalisasi anak-anak muda kita adalah Kristen Fundamentalis di Gedung Putih dan Downing Street. Bush dan Blair telah menjadi agen perekrutan terbaik Al-Qaidah.

Semakin banyak anak muda Muslim menyadari bahwa bukan terorisme atau ekstremisme yang menjadi target, tetapi Islam sendirilah yang menjadi target.

Kini Ummah-lah yang harus memimpin dan menginspirasi generasi muda Muslim, seperti Nabi memimpin dan menginspirasi jutaan manusia dan akan terus demikian adannya. Dan pelajaran pertama yang harus kami sampaikan kepada generasi muda kami adalah takut kepada Allah SWT. (Sumber: Arrahmah.com).


Tidak ada komentar: