Merdeka dalam Kristus
Kemerdekaan dalam Kristus tiada lain adalah kemerdekaan versi Paulus, yakni diawali dengan adanya pandangan negatif pada harkat kemanusiaan, bahwa semua manusia dilahirkan bukan sebagai orang merdeka, dilahirkan dalam belenggu dosa warisan, sebagai budak dosa sehingga diperlukan Adam kedua, yaitu Yesus Kristus (Mesias yang di-Kristus-kan) untuk dianggap sebagai penebus dosa atau pemberi kemerdekaan, seperti yang terangkum dalam Galatia 5:1.
"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan."
Menurut Paulus, "Kristus telah memerdekakan" dalam arti bahwa kematian yang terjadi secara biadab, barbar, penuh kehinaan, bahkan oleh Paulus sendiri disamakan seperti kematian untuk orang yang terkutuk dari orang yang dianggap sebagai Yesus yang tanpa dosa, telah membebaskan kehidupan orang Kristen dari dalam penjajahan yaitu sebagai hamba yang dibelenggu dosa. Sebuah kemerdekaan yang dianggap sebagai "karya Yesus melalui kematian dan kebangkitan dirinya". Sebuah kemerdekaan yang dianggap telah diberikan secara cuma-cuma oleh Yesus kepada semua orang yang percaya, yakni tentu saja orang yang percaya kepada doktrin atau ajaran dari Paulus ini.
Orang yang mempercayai doktrin ini biasanya disebut sebagai "orang yang percaya kepada Kristus" atau "orang percaya", yang tiada lain adalah orang Kristen. Khusus bagi Kristen Trinitarian selain harus mempercayai Yesus sebagai Kristus berdasar doktrin ini, juga harus mempercayai Yesus sebagai Tuhan berdasar doktrin lainnya dari Paulus.
Doktrin kemerdekaan versi Paulus ini tentu saja harus diawali dengan doktrin adanya dosa warisan, bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dikatakan "sebagai orang merdeka" sebab sejak manusia pertama yaitu Adam terjatuh dalam dosa, maka semua manusia tiada terkecuali adalah hamba yang dibelenggu dosa. "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa" (Roma 5:12).
Setelah doktrin dosa warisan ini, maka dilanjutkan dengan sakralisasi terhadap tindakan barbar para kafirun musuh Yesus berupa penyaliban atas orang yang dianggap sebagai Yesus, yang keduanya menjadi dua sisi dari sekeping mata uang yang saling melengkapi. "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus" (Roma 3:23-24).
Keduanya menjadi tulang punggung keimanan Kristen akan "keselamatan" atau tiket gratis ke surga, atau dikenal dengan istilah: Merdeka dalam Kristus.
Selanjutnya, "supaya sungguh-sungguh merdeka" dimana sebelumnya telah menelurkan doktrin bahwa "Kristus telah memerdekakan", maka Paulus mengajarkan agar membuang seluruh hukum Taurat, hukum-hukum Allah, karena itu pun dianggap sebagai "kuk perhambaan", sebagai bentuk perbudakan.
Hukum Taurat, atau hukum-hukum Allah, atau ajaran Yesus, semua itu dianggap sebagai "kuk perhambaan, sebagai rintangan bagi kebebasannya. Bahkan tak segan-segan Paulus menjuluki sebagai saudara palsu maupun julukan jelek lainnya, bagi yang menentang kebebasannya, yang menganjurkan mematuhi hukum-hukum Allah: "Memang ada desakan dari saudara-saudara palsu yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat memperhambakan kita. Tetapi sesaatpun kami tidak mau mundur dan tunduk kepada mereka, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada kamu." (Galatia 2:4-5).
Bagi Paulus, kemerdekaan hanya didasarkan dalam hubungannya pada Kristus dan pembebasan dari perhambaan hukum Taurat. "Keselamatan" diperoleh bukan karena melakukan hukum Taurat, melainkan hanya melalui iman kepada Kristus. Paulus mengungkapkan argumentasinya dalam Galatia 3:1-29, di mana dia berusaha meyakinkan bahwa orang-orang kafir atau gentile yang telah "percaya pada Kristus", hanya dengan iman saja, maka telah terhitung sebagai umat Allah, umat yang akan "selamat" meskipun tanpa melakukan hukum Taurat. Paulus ingin menunjukkan, bahwa bukan hukum Taurat yang menjadikan sebagai umat Allah, melainkan hanya melalui Kristus yang menggenapi perjanjian Abraham. Barangsiapa beriman kepada Kristus, anak Abraham yang sejati, maka dia dibenarkan oleh iman, dan dengan demikian menjadi termasuk dalam keturunan Abraham (3:29).
Jadi, meskipun ada tulisan Paulus seperti: "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Ini maupun ayat lainnya yang isinya sejenis, sudah tidak berarti apapun, selain karena berbagai alasan di atas, juga konteksnya bahkan sebagai pembelaan diri atas desakan dari komunitas Yakobus agar tetap mematuhi hukum Taurat, yang mana Paulus terlihat dengan sangat jelas menolaknya.
Jadi, kemerdekaan versi Paulus ini pada hakekatnya adalah kemerdekaan tanpa hukum (anomos), kebebasan tanpa batasan, beragama menurut selera pribadi. Sudah tak mengenal lagi istilah pahala atau dosa, halal atau haram, najis atau suci dan lain lain yang mengacu ke istilah syariah (berdasar hukum-hukum Allah). Hanya mengenal istilah baik atau buruk yang bersifat relatif sesuai pendapat pribadi masing-masing orang.
Maka tidak heran bila orang terpenting kedua dalam Kristen sesudah Paulus, yaitu Martin Luther, yang sangat pro-Paulus menganjurkan Be sinner, sin boldy, jadilah pendosa, lakukan dosa dengan berani, dengan terang-terangan, tetapi perkuat juga kepercayaan kepada Kristus.
Maka sungguh sangat jauh Kerajaan Allah dari kekristenan karena tidak mungkin menghasilkan Buah Kerajaan itu, yaitu ketaatan pemeluknya pada hukum-hukum Allah. (lihat Matius 21:43).
Dan tidak heran pula bila dari denominasi kekristenan sendiri ada yang menolak Paulus, baik secara halus maupun secara terus terang dengan menyebutnya sebagai penyesat, sebagai rasul palsu, bahkan sebagai utusan Iblis, misalnya seperti pendapat Pastor Douglas Nicholson.
Merdeka Dalam Yesus
Yesus mengajarkan bahwa orang yang berbuat dosa akan kehilangan kemerdekaannya, karena ia menjadi seorang budak dosa, menjadi seorang hamba dosa. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka" (Yohanes: 8:34-36).
Lantas bagaimana cara Yesus memerdekakan?
Pengajaran Yesus tentang kemerdekaan: Merdeka dalam Yesus! sungguh sangat sederhana. Tidak serumit ajaran Paulus, dimana harus menghalusinasi diri dengan doktrin adanya dosa warisan, mempercayai doktrin penebusan dosa- penyaliban, dan diikuti dengan berbuat zalim pada Tuhan yang disembah oleh Yesus, yaitu dengan menyekutukan-Nya, dengan menganggap Yesus sebagai Tuhan.
Yesus telah menjelaskan dengan sangat sederhana bahwa agar menjadi orang merdeka, cukup: 'Ketahuilah kebenaran!'
Sangat penting diketahui disini, bahwa kebenaran adalah: 'Apa yang datang dari Allah, atau yang diajarkan oleh Yesus'.
"Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah" (Yohanes (8:40).
Setelah mengetahui kebenaran, tentu diharapkan akan hidup menurut kebenaran itu atau hukum-hukum Allah, atau apa yang diajarkan oleh Yesus. Bila itu semua dilakukan, maka jadilah orang merdeka!
"Kalau kalian hidup menurut ajaranku kalian sungguh-sungguh pengikutku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yohanes 8:31-32).
Maka sangat wajar bila pada kaumnya saat itu beliau mengatakan: Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."
Datang kepada Bapa melalui Yesus, dengan cara mengikuti ajarannya, mendasarkan keselamatan pada iman dan perbuatan, dengan mematuhi hukum-hukum Allah, tetap mengenal adanya pahala atau dosa, halal atau haram, suci atau najis. Hidup merdeka sebagai hamba Allah saja, bukan sebagai hamba orang lain maupun hawa nafsu dirinya. "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1Petrus 2:16).
Dan tentu saja keselamatan ataupun kemerdekaan versi Yesus tidak ada hubungannya dengan doktrin: dosa warisan, penebusan dosa- penyaliban yang dibuat oleh Paulus.
Namun sayang, bahwa jalan dan kebenaran dan hidup, suatu ajaran sederhana dari Yesus untuk keselamatan manusia menuju haribaan Tuhannya, telah tertutup lumpur Yunani Romawi berupa ajaran dari Paulus ini yang disebut sebagai "agama" Kristen.
Terkait:
> Yesus: Mengapa Mereka Berusaha Membunuh Aku?
> Benarkah Yesus dengan Sengaja Mau Mati demi Dunia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar