Budhis Burma Batasi 2-Anak bagi Muslim


Tidak puas melakukan genosida terhadap umat Islam, pemerintahan Budhis Burma (Myanmar) di Rakhine juga melakukan pembunuhan secara tidak langsung pada janin-janin umat Islam dengan menerapkan pembatasan dua anak khusus bagi keluarga Muslim. 

Kebijakan yang tidak bijak ini bersifat khusus bagi umat Islam, tidak berlaku untuk para Budhis yang sebelumnya tangan-tangan mereka bersimbah darah umat Muslim yang dibantai dan dijarah harta bendanya. 

Juru bicara pemerintah, Win Myaing, menyatakan bahwa pembatasan ini berlaku di kotapraja Rakhine, dan di kota Buthiadaung dan Maundaw yang berbatasan dengan Bangladesh. 

Seiring dengan batas dua anak, juga berlaku pula larangan berpoligami bagi keluarga Muslim. Langkah itu diberlakukan seminggu yang lalu mengikuti rekomendasi komisi yang ditunjuk pemerintah yang diklaim untuk memudahkan dalam mengatasi kekerasan sektarian.  

Komisi yang ditunjuk pemerintah mengeluarkan laporan mereka bulan lalu, mengatakan: "Salah satu faktor yang telah memicu ketegangan antara masyarakat Rakhine dan populasi [Rohingya] berkaitan dengan rasa tidak aman di antara banyak Rakhines yang berasal dari pertumbuhan penduduk yang cepat dari [Rohingya]."  

Hmm.. sungguh laporan yang sangat bias mengingat hanya ada 5 persen Muslim di antara 60 juta Budhis Myanmar. 

Kebijakan yang tak lazim ini membuat Myanmar menjadi satu-satunya negara yang melakukan pembatasan jumlah anak untuk satu kelompok agama tertentu, juga semakin membuktikan bahwa Budhis itu agama yang sangat diskriminatif.  

Hal ini jelas lebih terkait dengan teriakan-teriakan pendeta Wirathu yang menyembur-nyembur penuh api kebencian terhadap Muslim di Myanmar, dalam bentuk kampanye Dajjal "969". Ia menggambarkan Muslim sebagai "kejam dan biadab" dan telah menyerang banyak praktik Muslim dalam penyembelihan ternak untuk meyakinkan banyak para Budhis pengikutnya bahwa ledakan penduduk antara komunitas Muslim di negara akan menyebabkan pengambilalihan negara. 

Lebih dalam lagi, itu adalah jiwa Budha melalui kitab yang mereka sucikan, yang menganggap para Brahmin (Hindu) ataupun umat agama lain sebagai Icchantika, sebagai serangga atau semut bahkan lebih rendah darinya sehingga bebas untuk "dibinasakan" tanpa rasa bersalah maupun berakibat hukum karma apapun. 

Nirvana Sutra: Sang Buddha dan Bodhisattva melihat tiga kategori pembunuhan, dimana manusia dibagi dalam 3 kelas: 1) rendah; 2) sedang; dan 3) tinggi. Kelas Rendah berlaku untuk serangga dan segala macam hewan..... Seseorang yang membunuh seorang icchantika tidak akan menderita dari hukum karma mengingat tiga jenis/ kategori pembunuhan tersebut. Wahai orang baik, semua Brahmana adalah dari kelas icchantika. Membunuh mereka tidak menyebabkan seseorang masuk ke neraka [bab 22: 220]. Para icchantika telah terputus dari akar baik ... Karena itu, orang mungkin akan membunuh semut dan mendapatkan dosa karena melakukan hal yang merugikan, tapi tidak ada dosa karena membunuh icchantika."[bab 40: 473]. 

Tidak heran bila "Badai Budhis" di bulan Oktober telah meluluh lantakkan wilayah tempat tinggal umat Islam di Kyaukpyu, Arakan (Rakhine). Badai Budhis itu, merupakan serangan terkoordinasi antara beberapa pejabat pemerintah Myanmar, partai nasionalis etnis Rakhine dan para biksu Budha.  


Lebih dari 811 bangunan dan rumah perahu dihancurkan di Kyaukpyu pada 24 Oktober, memaksa banyak Rohingya melarikan diri melalui laut menuju utara ibukota Negara Sittwe, kata Human Rights Watch.  

Sebuah kapal yang membawa 120 Muslim dari Kyaukpyu dicegat oleh Rakhines, para pria di bunuh dan para wanitanya diperkosa. Seorang juru bicara pemerintah Rakhine menyebutkan korban tewas mencapai 112 pada hari Jumat. Tapi dalam beberapa jam media pemerintah merevisinya menjadi 67 tewas dari 21 Oktober sampai 25, dengan 95 terluka dan hampir 3.000 rumah hancur. 

Human Rights Watch (HRW), dalam laporannya menyatakan bahwa pihak berwenang di Myanmar, termasuk para biksu Budha, telah mengobarkan kampanye terorganisir pembersihan etnis Rohingya yang Muslim di negara itu. Menurut laporan yang dirilis pada hari Senin, berjudul All You Can Do Pray, para Budhis telah menghancurkan ribuan rumah etnis Rohingya, menyebabkan ratusan orang tewas dan memaksa 125.000 orang menjadi pengungsi. 

Dan diskriminasi minoritas etnis Rohingya yang Muslim telah berlangsung berlangsung selama berabad-abad, seumur keberadaan mereka yang tidak diakui sebagai warga Negara. Dan itu terus berlangsung bahkan berubah menjadi pembersihan etnis atau pembantaian, baik terhadap etnis Rohingnya maupun terhadap umat Islam dari berbagai etnis lainnya, seperti di Mektila dimana pada awalnya para Budhis cemburu terhadap Muslim yang lebih sukses dari mereka. 

Kerusuhan di Meiktila pecah pada 20 Maret dimana para Budhis yang mayoritas menjarah dan menghancurkan minoritas Muslim, 882 rumah dibakar sehingga 12.846 orang menjadi pengungsi. Kerusuhan kemudian menyebar ke total 11 kotapraja di Mandalay dan bagian Pegu. 

 
Gambar resolusi tinggi yang diambil seminggu setelah kerusuhan pertama meletus di Meikhtila, di bagian Mandalay, pada tanggal 20 Maret, dan menunjukkan bahwa tiga wilayah menjadi abu sebagai akibat dari serangan pembakaran. 

Human Rights Watch, mengungkapkan massa membakar tiga lingkungan yang mencakup 60,5 hektar dan berisi setidaknya 828 rumah. Menurut data pemerintah, total 43 orang tewas dan 93 dirawat di rumah sakit dalam kerusuhan, kebanyakan dari mereka di Meikhtila, sedangkan 1.227 rumah, 77 toko dan 37 masjid hancur. Dan saat ini masih terus berlangsung...
 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hai bisa minta link mahayana maha parinirvana sutranya gk saya tertarik dengan tulisan anda

Isha Merdeka mengatakan...

Linknya sudah saya cantumkan di kutipan di atas bro, silahkan download versi PDF (2,584KB)